Dua tentara Muslim yang ditempatkan di pangkalan militer di Amerika Serikat mengatakan mereka menghadapi pelecehan terus-menerus karena iman Islam mereka. Semua mempertanyakan tentang peran agama dalam angkatan bersenjata terbesar di dunia itu.
Zachari Klawonn, 21, mengatakan bahwa ada "masalah sistemik" dengan Islamofobia di Fort Hood, Texas, di mana dia ditugaskan.
Tentara kedua, Naser Abdo, 20. Naser Abdo, sedang menunggu apakah ia akan diberhentikan dengan hormat dari Angkatan Darat. Abdo mengatakan bahwa ia menolak penugasan ke Afghanistan dan mungkin menghadapi tuntutan penjara karenanya.
Lahir di Texas dari seorang ibu Amerika dan ayah Palestina, Abdo masuk Islam pada usia 17. Setelah lulus dari universitas di Dubai, pada bulan April 2009 ia masuk angkatan darat Amerika. Awalnya, Abdo merasa ia akan menjadi "aset yang besar" untuk Angkatan Darat Amerika, karena ia bisa menjembatani antara hubungan agama dan budaya bagi rakyat Irak dan Afghanistan, di mana lebih dari 150.000 tentara AS dikerahkan.
Tetapi selama pelatihan dasar di Fort Benning di Georgia, Abdo mengklaim bahwa ia terus menerus dilecehkan oleh tentara lainnya.
Dia diminta untuk memerankan teroris dalam setiap kali latihan. Tentara yang lainnya tak pernah henti menuduhnya bahwa ia ingin membunuh tentara prajurit Yahudi di pangkalan militer itu. Sementara mereka mengatakan kepada atasannya bahwa dia tidak mampu membunuh musuh, sebagai upaya untuk memberhentikannya dari militer.
"SIalan kamu, Tuhan kamu itu tidak ada, nabi kamiu itu itu pedofilia, Allah kamu itu tidak bisa menyelamatkan kamu," begitu yang bisa ia ingat kata-kata yang pernah dituduhkan kepadanya dari seorang tentara yang lain.
Abdo melaporkan insiden tersebut kepada atasannya dan prajurit itu kemudian dihukum. Tapi pelecehan itu tidak pernah berhenti.
"Ini adalah hal yang terus saja terjadi," katanya kepada CTV.ca.
Setelah menyelesaikan pelatihan, Abdo ditugaskan ke Divisi Lintas Udara 101 di Fort Campbell, Kentucky, basis Tentara ketiga terbesar di AS dengan sekitar 30.000 tentara ditempatkan di sana, dan kemudian ditugaskan bersama 17.000 tentara lainnya ke Afghanistan.
Abdo mengajukan permohonan status keberatan sehubungan dengan keyakinan Islamnya. Dia juga menyewa pengacara sipil dan meminta istrinya yang berasal dari Kanada untuk tinggal sementara dengan keluarganya di Ontario selama kasus yang dihadapinya.
"Saya mulai ingin mendapatkan pijakan yang baik kepada Allah," ujar Abdo dalam sebuah wawancara telepon. "Hanya memastikan bahwa saya siap untuk mati, sehingga jika terjadi sesuatu saya tidak akan masuk ke neraka."
Awal bulan ini, ia menyerahkan dokumen final untuk aplikasinya, dan para pejabat ternyata setuju.
Pejabat berwenang Amerika memahami keraguan Abdo berdasarkan tiga hal: bahwa ia tidak boleh berpuasa selama bulan Ramadhan, ia dihalangi untuk menunaikan sholat lima waktu, dan bahwa ia dilecehkan oleh para prajurit lainnya karena keyakinannya sebagai seorang Muslim.
Seorang juru bicara di Fort Campbell, di mana Abdo ditempatkan, tidak bisa mengonfirmasi rincian tentang kasusnya karena hukum privasi federal. Tetapi ia mengatakan pangkalan militer itu tidak pernah menerima keluhan tentang diskriminasi agama "dalam beberapa tahun terakhir."
Kelly Dewitt kepada CTV.ca mengatakan bahwa keyakinan seorang tentara "biasanya tidak menjadi masalah kecuali Anda membuat suatu masalah." (sa/ctv)