Era Jokowi: Oligarki Kian Mencengkeram dan Demokrasi Makin Semu (Bag.2, Tamat)

Pada 2014 Jasmev kembali aktif. Admin akun @TrioMacan2000 juga ditangkap oleh polisi dan kredibilitasnya menurun. Otomatis lawan Jokowi di media sosial makin berkurang. Salah satu pesaing paling besar, tabloid Obor Rakyat, yang menebar tuduhan hoaks bahwa Jokowi keturunan PKI, pemiliknya juga ditangkap polisi.

Setelah menang, pekerjaan relawan Jokowi ini tidak selesai begitu saja. Justru setelah itu muncul orang-orang yang makin giat menyuarakan Jokowi di media sosial. Titik baliknya terjadi sekitar 2016 menjelang Pilkada Jakarta. Akun Twitter seperti @DennySiregar, @EkoKuntadhi, @PepihNugraha makin tenar dan ramai menyuarakan pendapat mereka di media sosial.

Setelah BTP kalah dalam pemilihan gubernur, mereka kemudian masuk ke dalam isu nasional. Berkali-kali memuja-muja kinerja Jokowi-JK dan menyerang balik berbagai kritik yang muncul pada pemerintahan Jokowi. Aksi ini ramai dilakukan sampai sekarang. Kini akun Twitter anonim @digeeembok juga ikut serta.

Tidak jarang, omongan mereka dilandasi klaim-klaim tanpa bukti. Misalnya saja soal tudingan Taliban di KPK oleh Denny Siregar. Sampai sekarang hal itu tidak pernah benar-benar terbukti. Omongan ini menjadi senjata untuk melawan aspirasi mahasiswa yang tidak sepakat dengan revisi UU KPK.

Dua peneliti asal Australia, Edward Aspinall dan Marcus Mietzner, menyatakan setelah 21 tahun berlalu demokrasi Indonesia berada pada titik terendah di tangan Jokowi.

Seperti Jokowi yang meniru kesuksesan Obama, bukan tidak mungkin tren menggalang relawan-relawan pendukung di media sosial yang menyebarkan informasi “abu-abu” akan terus berulang di kemudian hari. Kritik kepada pemerintah bukan lagi menjadi keistimewaan, tapi justru harus dilakukan dengan upaya lebih keras karena jika tidak hati-hati, tantangannya adalah penjara.

Relawan-relawan dan tren buzzer alias pendengung ini akan terus jadi andalan di dalam politik. Asalkan narasi mereka bisa dikombinasikan dengan tindakan aparat negara, maka kemungkinan besar kemenangan dalam pemilu ada di depan mata.

“Buzzer ini adalah industri. Karena ini uang. Sekali dia diciptakan dan dia ada, itu akan tetap ada. Siapapun akan memakai itu apapun ideologinya. Itu sudah jadi hukum besi dalam politik,” kata Made Supriatma.

Media sosial adalah awal dari masa kejayaan Jokowi di Indonesia. Menurut Made, Jokowi paham betul pentingnya media sosial ketika menuju Jakarta pada 2012. Pencitraannya mantap. Sebagian besar orang menganggapnya antitesis dari semua elite politik di Indonesia. Dari situlah dia berhasil dipilih dan lewat media sosial ini pula Jokowi memberikan warisannya.

Dia berhasil merebut suara kelompok Islam, terutama dari kalangan nahdliyin, yang merupakan mayoritas di Indonesia, sekaligus kelompok minoritas melalui media sosial. Lewat media sosial pula akun-akun pendengung Jokowi menciptakan perpecahan ideologis dan mengkapitalisasi identitas masyarakat Indonesia yang beragam.

Jika ada yang mengatakan Prabowo mempolitisasi agama untuk kepentingan politik, itu memang nyata adanya. Tapi jangan lupa, ketika Jokowi menyasar kelompok pluralis dan minoritas, menurut Made Supriatma, “Jokowi memakai agama lebih banyak daripada Prabowo.” [TAMAT]

Source: tirto