Ada lagi cerita dari seorang menteri era Orde Lama Oei Tjoe Tat. Keluarganya adalah langganan dokter Oen di Surakarta. Oei menyaksikan kebiasaan dokter Oen yang menyobek kwitansi pembayaran obat untuk pasien miskin. Kenangan akan peristiwa itu sangat membekas bagi Oei Tjoe Tat.
dokter oen boen ing
Oen Boen Ing lahir di Salatiga, 3 Maret 1903. Ayahnya adalah seorang pengusaha tembakau yang kaya raya. Namun Oen Boen Ing sejak kecil rupanya sudah ingin menjadi dokter. Keinginan ini muncul setelah sering membantu kakeknya yang menjadi shinse atau dokter tradisional Tionghoa. Sang kakek tak pernah memberatkan pasien dengan meminta ongkos pengobatan.
Dengan polos, Oen kecil bertanya pada kakeknya. Kenapa tidak menarik uang berobat dari pasien? Sang kakek menjawab bijak. Tuhan akan memberikan rezeki yang cukup selama kita melayani dengan rasa welas asih dan penuh kemanusiaan.
“Momen itu yang saya kira terus membenak dalam benak Oen, hingga akhirnya berbuat mulia seperti kakeknya,” kata Heri Priyatmoko.
Namun cita-cita Oen muda menjadi dokter mendapat tentangan dari keluarga. Mereka berkeras putera laki-lakinya harus meneruskan bisnis keluarga.
Berbeda dengan sekarang, profesi dokter dulu bukanlah profesi idaman bagi priyayi pribumi dan orang-orang kaya Tionghoa. Penghasilan dokter yang bekerja di rumah sakit pemerintah, lebih kecil dibanding pegawai negeri. Sekolahnya pun lama dan sulit.
Dokter lulusan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) harus mengobati masyarakat pribumi. Melakukan pekerjaan yang tak mau dilakukan oleh Para Dokter Eropa. Mereka juga harus menghadapi berbagai wabah penyakit yang melanda Hindia Belanda kala itu. Mulai cacar, pes, hingga Flu Spanyol yang banyak memakan korban jiwa.
Sang Kakek yang menginspirasinya sejak kecil juga ternyata menentang niat Oen Boen Ing. Namun alasannya berbeda. Sang kakek justru takut Boen Ing akan mencari kekayaan dengan membebani orang sakit. Hal ini yang membuat Oen muda bertekad menjadi dokter hanya untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Niatnya makin bulat.