Dia pun berkeyakinan bahwa virus itu memasuki level transmisi antar manusia. Meski begitu, keyakinannya tidak digubris otoritas China.
Pada 21 Januari, atau sehari setelah Beijing mengumumkan adanya transmisi lokal, pasien yang dirawat sudah mencapai 1.523 per hari, tiga kali lipat dari volume normal.
Selama wabah, dia mengalami peristiwa demi peristiwa yang membuatnya pilu. Seperti melihat seorang pria lanjut usia yang tatapannya kosong.
Sebabnya, dokter memberikannya sertifikat kematian bahwa putranya yang berusia 32 tahun sudah meninggal karena virus corona.
Atau seorang ayah yang terlalu susah untuk keluar dari mobil di halaman rumah sakit. Saat Ai mendatanginya, ternyata dia sudah tiada.
“Jika saja saya tahu (wabah ini bakal menyebar), saya akan terus menyebarkannya kepada semua orang meski bakal mendapat peringatan,” sesalnya.
Dia menolak disebut sebagai whistleblower, atau orang yang menyebarkan sebuah isu. “Saya hanya membantu menyediakan peluit (whistle),” tandasnya.
Sebelumya, Kepolisian China meminta maaf atas hukuman yang sempat diberikan ke Dr Li Wenliang. Namun, warganet menilai permintaan maaf ini sudah terlambat.
Menurut laporan AFP, sangat jarang ditemui otoritas China yang mengakui kesalahannya seperti itu, tetapi tindakan ini pun dianggap para penduduk China sudah lewat dari waktunya.
Puluhan ribu orang mengomentari unggahan polisi di Weibo, dan mengatakan bahwa permintaan maaf itu terlambat.
“Pergilah minta maaf di depan kuburan orang itu,” kata seorang pengguna, dikutip dari AFP, Kamis (19/3/2020).
Pengguna lainnya menulis, “Permintaan maaf ini sudah terlambat, Wenliang tidak bisa mendengarnya.”
Kamis kemarin, Pemerintah China memutuskan hukuman yang diterapkan polisi ke Dr Li Wenliang “tidak layak”.
Mendiang Dr Li merupakan salah satu dari sekelompok dokter di Wuhan yang mengunggah peringatan di media sosial tentang penyebaran virus corona, Desember lalu.
Dia mengirim pesan di media sosial kepada rekan-rekannya, memperingatkan adanya virus yang misterius.
Dr Li kemudian ditegur polisi karena dianggap sudah menyebarkan kabar yang mengganggu ketenteraman sosial.
Dia diharuskan menandatangani persetujuan untuk tidak mengulanginya dan tidak melakukan tindakan lain yang “melanggar hukum”. Kalau melanggar, dia akan dituntut.
Dr Li kemudian menandatanganinya, dan kembali bekerja untuk menangani seorang pasien perempuan yang menderita glaukoma.
Dia tidak menyadari pasiennya itu mengidap virus corona. Penularan pun terjadi antar-manusia.
Namun, lagi-lagi pemerintah setempat tidak menyadari jika virus corona dapat menular melalui udara.
Keesokan harinya, Li mulai mengalami gejala batuk-batuk. Orangtuanya juga mengeluhkan sakit dan dirawat di rumah sakit pada 20 Januari 2020, ketika Beijing mengumumkan darurat virus corona.
Li sudah menjalani beberapa tes, tetapi semuanya menunjukkan hasil negatif hingga keluar pemeriksaan terbaru yang menyebutkan bahwa ia positif terkena virus corona.
Selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Wuhan, dia menceritakan kisahnya di atas tempat tidur.
Berita kematiannya pun santer terdengar, tetapi Rumah Sakit Pusat Wuhan membantah laporan tersebut.
Tak lama setelah itu, mereka mengonfirmasi bahwa Li Wenliang telah meninggal dunia pada Jumat (7/2/2020) pukul 02.58 waktu setempat di usia 34 tahun. (*end)
Artikel telah tayang sebelummya di Kompas.com dengan judul:Dokter Ai Fen, Pengungkap Pertama Virus Corona, Dikabarkan Menghilang dan Cerita Dokter Ai Fen di Wuhan yang Dibungkam karena Bagikan Informasi soal Virus Corona. (sumber: tribunnews)