Sebelum para kader Partai Baath lebih banyak lagi dihabisi, Chalabi segera mengambil tindakan yaitu dengan membubarkan Baath secara resmi oleh dirinya sendiri. Usaha ini berhasil, namun AS datang dengan agenda barunya yaitu menghapus tentara Iraq. Semua itu digulirkan oleh satu orang yaitu Paul Bremer. Tidak heran jika Chalabi begitu membenci Bremer. "Bagi rakyat Iraq, memerangi orang Baath sama saja dengan membenci orang Iraq secara keselurahan." ujar Chalabi. "Saya mendatangi Bremer dan memintanya untuk menghentikannya tapi dia menolaknya dengan alasan ini adalah keputusan Washington."
Bremer benar-benar membuat rakyat Iraq muak. Ia banyak mengambil keputusan atas pertimbangannya sendiri dan tanpa mendiskusikannya kepada para pembesar Iraq yang masih tersisa. Jelas sudah, kalau Bremer lebih banyak dipengaruhi oleh CIA daripada Washington. Ini menandakan bahwa antara CIA dan pemerintah AS tampaknya mempunyai agenda sendiri-sendiri.
Ide bremer menghapus tentara Iraq langsung ditentang oleh para pembesar Iraq. Ketika itulah, pertama kalinya sejak Saddam Hussein tiada, seluruh pembesar Iraq bersatu menentang Bremer. Bahkan dari para Kurdistan pun saling mendukung untuk menjegal Bremer. Chalabi mulai melihat gelagat bahwa Bremer juga ditunggangi oleh Israel Yahudi, terutama ketika akan menghancurkan Baath.
Pembubaran Partai Baath sendiri ternyata tidak begitu saja lancar terjadi. Chalabi harus bolak-balik mnemui Bremer agar segera membubarkan Baath, sementara Bremer bersikukuh ingin terus menghabisi semua anggota Baath. Menurut Bremer, Baath bertanggung jawab atas kelanggengan kekuasaan Saddam selama ini karena partai itu menjadi kendaraan Saddam. Di zaman Saddam, seorang guru yang menjadi anggota Baath akan digaji 50.000 dinar Iraq (sekitar Rp. 450.000) tapi jika bukan anggota Baath, gajinya hanya 5.000 dinar saja (atau sebanding dengan Rp. 45.000!). Tidak heran jika Baath menjadi partai yang dominan di Iraq.
Partai Baath tidak pernah tahu dan menyadari rencana Bremer. Yang mereka tahu adalah Chalabi sedang berusaha untuk membubarkan Baath, hingga tak heran Chalabi menjadi target pembunuhan oleh partai itu selama beberapa waktu. Tapi ketika akhirnya Baath dibubarkan, jumlahnya mencapai 1,2 juta orang, dan Chalabi memberi mereka opsi untuk menjadi pengajar, mulai dari guru, profesor universitas dan pegawai negeri, Chalabi menjadi orang yang banyak dipuji di Iraq. Setidaknya, setengah dari kader partai Baath terselematkan dengan adanya pembubaran partai mereka. Militer juga mengalami hal yang sama. Saat itu, sekitar 2500 orang tentara langsung menyatakan pensiun.
Lagi-lagi AS menjadi penghadang, karena tidak senang dengan perkembangan ini. AS terus menekan, dan hasilnya semua pengikut Saddam Hussein diberhentikan dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Dan 10.000 orang tentara juga dipaksa copot dari pekerjaannya. Semuanya, lagi-lagi karena keputusan Bremer. Menurut Chalabi, Iraq tampaknya dijadikan kelinci percobaan oleh CIA dan pemerintah AS. Pertama, AS ingin membentuk pemerintahan sementara. Kedua, AS pun ingin melakukan pendudukan.
Jelas di sana campur aduk semuanya. Tangan CIA, pemerintah AS, dan Departemen Pertahanan (Dephan) AS. CIA sendiri lebih banyak merapat ke Dephan dibanding pemerintahnya sendiri. Inilah awal bencana atau kegagalan besar bagi AS di Iraq. Kompetesi Amerikan ini, dan ketidakmampuan Bush untuk meredakan situasi Iraq menyebabkan kebijakan AS terhadap Iraq tidak jelas. Bersamaan dengan itu, korupsi, aksi kekerasan dan mis-manajemen mulai muncul di semua lini di Iraq.
Iraq menjadi lautan para koruptor, baik para pejabat Iraq sendiri ataupun pejabat AS. Chalabi kesulitan dalam mengindentifikasi siapa saja yang terlibat. Yang pasti CIA terlibat besar di dalamnya. Dan tentu saja Bremer, sebagai duta besar AS di Iraq. Suatu kali Chalabi bilang kepada Bremer, "Anda mengendalikan semuanya di sini sendirian, dana pembangunan Iraq milik rakyat. Hati-hati apa yang Anda lakukan saat ini!" Bremer kembali marah terhadap Chalabi.
Bagaimana dengan Konferensi Nasional dan kementerian Iraq? Apakah mereka terlibat korupsi? Menurut Chalabi, sejak kedatangan AS dalam mengurusi administasi Iraq, kementerian dan Konferensi Nasional tidak sudi bekerja sama dengan AS. "Kami bahkan menyatakan menentang mereka secara hukum. Kami menjadi target pertama AS." jelas Chalabi.
Bagaimana dengan properti dan kekayaan Saddam? Tak pelak, pejabat Iraq yang kemudian berebutan mengambilnya. "Kami sama sekali tidak fokus bagaimana mengurus Iraq. Kami malah sibuk mengejar harta kekayaan," tambah Chalabi. (bersambung)
(sa/ahyt)