Yang menarik adalah para sarjana yang bekerja pada sektor senjata biologi membuat perbedaan antara senjata-senjata biologi dan “senjata pemusnah massal” lainnya. Menurut Gregory Koblentz, penulis “Living Weapons: Biological Warfare and International Security,” senjata biologi tidak terlalu berguna di medan perang, namun bisa dikembangkan secara rahasia dan tidak benar-benar berfungsi sebagai penangkal tradisional dalam lanskap geopolitik besar.
Tetapi senjata-senjata biologi tersebut bisa menjelma menjadi alat intimidasi yang sangat efektif, atau berguna dalam peperangan asimetris, bahkan ketika pihak yang lebih kecil atau lebih lemah pun dapat menimbulkan kerusakan dan ketakutan pada musuh dengan kemampuan perang konvensional yang lebih besar.
Itulah sebabnya mengapa ketakutan akan senjata biologi dan ancaman penggunaannya semakin tajam sejak serangan 11 September. Dewan Keamanan PBB memberikan suara untuk Resolusi 1540, yang memungkinkan adanya kerjasama internasional, mencoba menilai dan mengelola ancaman baru teroris atau pelaku non-negara yang mencari akses ke agen biologis (atau senjata efek massa lainnya).
Pelbagai terobosan dalam teknologi–dari proyek genom manusia hingga penemuan laboratorium lain dalam biologi yang dulunya hanya terlihat dalam film fiksi ilmiah–ternyata memberikan tantangan yang lebih sulit bagi pemerintah. Ancaman bisa muncul dari pengaturan sipil dan tidak hanya di ranah konflik antarnegara.
Selama beberapa dekade, kerja sama antara para ahli kesehatan masyarakat di negara-negara maju dan negara-negara Selatan (Global South), telah mulai membangun kerjasama yang efektif dalam menghadapi ancaman biologi. Global South sering dipergunakan dalam analisis maupun praktek politik global. Istilah Selatan telah ditafsirkan setidaknya melalui dua pendekatan berbeda. Pertama, melekatkan Selatan sebagai negara berkembang, dan kedua memahaminya sebagai gerakan global.
Meski begitu, keduanya memiliki titik temu, yaitu sama-sama mengatributkan marjinalitas sebagai salah sartu karakter utama aktor Selatan. Sementara, aktor-aktor dipertemukan oleh ideologi yang menekankan kesetaraan dan solidaritas.
Sebagian telah mencatat bahwa wabah Ebola di Afrika Barat pada 2014 silam lebih cepat terkendali di negara-negara yang telah mengembangkan infrastruktur kesehatan masyarakat yang lebih baik, seringkali dengan bantuan Barat. Jelas, memperluas kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang penting untuk kontribusi dasarnya bagi kesejahteraan masyarakat, tetapi itu juga berarti ada potensi kearifan lokal yang dapat mendeteksi ancaman biologis dari aktor-aktor yang terlibah konflik atau bermusuhan.
Sejauh ini, kita belum melihat kelompok teroris mencoba mengambil keuntungan dari krisis coronavirus ini. Namun, mereka tidak perlu menjadi ahli biologi untuk menemukan beberapa manfaat bagi tujuan mereka di mana warga sipil takut, dan pemerintah tidak siap atau cukup gesit untuk meresponnya.
Selain itu, mereka boleh jadi akan belajar sesuatu tentang patogen biologis dalam kalkulus antara biaya dan hasil. Kita harus melakukan sebanyak mungkin untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan yang mungkin mereka lakukan.