Setelah belasan jam terbang melintasi Samudera Hindia dan Laut Arab, pesawat tiba di atas Madinah dini hari. Di kegelapan menjelang subuh yang dingin menusuk tulang, sekitar 17° Celcius, tampak kemegahan Masjid Nabawi dengan menara-menaranya yang bermandikan sorot cahaya lampu berwarna kuning keemasan, sendirian di tengah kesenyapan yang benar-benar mengundang kesyahduan.
Kami terus menatap masjid bersejarah tersebut, sebuah masjid yang dibangun Rasulullah SAW bersama keempat sahabatnya. Dinamakan Masjid Nabawi karena seringkali Rasulullah dengan penuh kecintaan menyebutnya, “Masjidku…”
Masjid Nabawi memiliki sejarah teramat panjang, sepanjang kisah Risalah yang dibawa oleh Nabi SAW. Tatkala Rasulullah SAW meninggalkan Makkah karena terus dimusuhi orang-orang kafir Quraiys dan tiba di Yastrib (sekarang Madinah), beliau disambut penduduk Madinah—kaum Anshar—dengan penuh suka cita. Seluruh kaum Anshar menawarkan Rasulullah untuk tinggal di rumahnya. Agar tidak menyakiti salah satu dari mereka, Rasulullah akhirnya melepas ikatan untanya dan mengatakan, “Biarlah untaku yang akan memilih rumah buat tempat tinggalku. Ia pasti diperintah oleh Rabbnya…”
Sang unta pun berjalan dan berhenti setibanya di depan kediaman Ayyub Al-Anshari—sahabat Rasulullah SAW yang dimakamkan di Istanbul, Turki. Ayyub pun bersujud dan bersyukur atas karunia dan keberkahan tersebut. Dengan bersuka cita Ayyub mempersilakan Rasulullah tinggal di rumahnya.
Setelah beberapa waktu tinggal di Yastrib, Rasulullah bersama para sabatanya membangun sebuah masjid di atas tanah wakaf As’ad ibnu Zurrah dan kedua yatim Sahal dan Suhail Ibnu Amr ibn Amarah. Peletakan batu pertama dilakukan Rasulullah sendiri, dan kemudian batu kedua oleh Abu Bakar r. A., batu ketiga oleh Umar bin Khattab r. A., batu keempat oleh Utsman bin affan r. A., dan batu kelima oleh Ali bin Abi Thalib r. A.
Peletakan batu pondasi masjid Nabawi ini merupakan sebuah sinyal bagi umat Islam dalam urutan kepemimpinan umat. Sepeningal Rasulullah, abu Bakar-lah yang menjadi Khalifah, setelah itu baru Umar, Utsman, dan Ali r. A. Hal ini dilakukan tatkala Rasulullah SAW masih hidup dan kala itu sama sekali tidak ada perpecahan sedikit pun. Hanya saja, beberapa tahun setelahnya, ada sebagian orang-orang yang mengaku Islam memprotes urutan kekhalifahan ini dan memecah-belah kesatuan umat hingga sekarang.
Keutamaan Masjid Nabawi
Masjid yang berdiri di pusat kota Madinah ini mengandung sejumlah keutamaan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sholat di masjidku ini lebih utama daripada sholat seribu kali di masjid lain, kecuali Masjidil Haram."
Dalam satu riwayat lain, Rasul bersabda, "Barang siapa sholat di masjidku 40 waktu tanpa terputus, maka ia pasti selamat dari neraka dan segala siksa dan selamat dari sifat munafik."
Masjid ini didirikan oleh Rasulullah SAW dan para sabatnya pada tahun pertama hijriyah (622 M) di atas tanah seluas 1050 meter persegi, yakni persis di sebelah barat rumah Rasul, yang kini dijadikan makam Rasulullah SAW dan sekarang telah masuk ke dalam kompleks Masjid Nabawi. Berziarah ke masjid Nabawi ini adalah masyru’ (diperintahkan) dan termasuk ibadah. Penyataan ini sesuai dengan sabda Rasul, "Janganlah engkau mementingkan bepergian kecuali kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha. ”
Airmata Kabahagiaan
Memandang keindahan Masjid Nabawi dini hari merupakan pengalaman relijius yang sangat mengharukan. Betapa rasa syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, hingga tak terasa air mata kembali meleleh membasahi pipi. Bayang-bayang Rasulullah SAW dan para sahabatnya pun hadir dalam relung hati yang paling dalam. Ya Allah, betapa besarnya sumbangan mereka terhadap agama-Mu ini, dan betapa kecilnya sumbanganku demi tegaknya agama-Mu. Kami pun tertunduk menekuri lantai marmer yang begitu luas dan bersih. Juga sangat dingin.
Kian pagi menjelang Subuh, kian banyak jemaat yang mendatangi masjid besar ini. Jumlahnya bukan lagi ratusan namun ribuan. Kami kembali merasa sendirian di tengah keramaian subuh hari yang begitu syahdu. “Ya Allah, adakah makna hadirnya kami di tengah ribuan hamba-Mu ini Ya Allah?” Kami pun segera bersimpuh. Ya Allah, kuatkanlah iman ini, kokohkanlah ketauhidan ini, jagalah hati ini agar selalu menuju keagungan-Mu, agar selalu bersama hamba-hamba-Mu yang sholih, agar jangan sekali pun berpaling melupakan-Mu dan asyik dengan permainan dunia yang fana. Kabulkanlah Ya Allah…” (m/bersambung)