Sebelumnya perkenankan kami memberi ilustrasi hakikat bank ribawi yang ada di seluruh dunia, seperti halnya Bank Century ini, agar kita semua memiliki gambaran yang sama tentang hakikat bank ribawi. Sebuah majalah humor Inggris, Punch, pada 3 April 1957 pernah memuat satu bagian tanya jawab tentang hakikat bank. Kami mengutipnya, dengan perbaikan di sana-sini, dari pendahuluan buku “The Federal Reserve, Monster dari Jekyll Island: Sebuah Studi Mendalam tentang The Federal Reserve” (Edward Griffin, 1994). Berikut tanya jawabnya:
T : Bank itu untuk apa, sih?
J : Untuk membuat uang.
T : Uang untuk nasabah?
J : Bukan, untuk bank.
T : Kok iklan-iklannya tidak bilang begitu?
J : Ya mungkin mereka kurang enak jika berkata jujur. Tapi bisa diketahui dengan melihat pada cadangan bank sekira US $249 juta. Itu uang yang bank buat.
T : Di luar nasabah?
J : Demikianlah.
T : Selain itu, bank juta menyebukan Akiva sekira US $500 juta. Apakah itu uang yang bank buat juga?
J : Tidak persis demikian. Itu adalah uang yang bank pakai untuk menciptakan uang kembali.
T : Oo, begitu. Dan bank menyimpan uang itu di tempat yang aman?
J : Tidak sama sekali. Tapi uang itu dipinjamkan kepada para nasabah.
T : Jika begitu uangnya sebenarnya belum ada dong?
J : Ya, belum.
T : Jadi, aktiva US $500 juta itu apa?
J : Lho, itu kan pasti akan jadi milik bank juga nantinya.
T : Tapi bank kan harus benar-benar punya uang yang disimpan di tempat yang aman?
J : Ya, biasanya lebih kurang US $500 juta. Ini disebut Pasiva.
T : Tapi, kalau sudah didapat, kenapa disebut lagi sebagai Pasiva?
J : Ya karena uang itu sebenarnya bukan milik bank.
T : Tapi kenapa uang itu ada di bank?
J : Karena uang itu dipinjam dari para nasabah bank.
T : Maksudnya, para nasabah meminjamkan uangnya kepada bank?
J : Tepat. Nilai uang itu dicatat di dalam buku rekening para nasabah sedangkan uangnya dipinjam bank.
T : Lalu apa yang diperbuat bank dengan uang itu?
J : Ya dipinjamkan kepada nasabah lain yang memerlukannya.
T : Hm, tadi Anda katakan uang yang dipinjamkan kepada orang lain itu adalah Aktiva?
J : Ya.
T : Jadi Aktiva dan Pasiva merupakan dua hal yang sama?
J : Ooo… tidak persis demikian.
T : Tadi Anda bilang begitu. Jika saya taruh US $100 ke dalam rekening saya di bank itu, bank wajib mengembalikannya kepada saya, maka itu disebut Pasiva. Bank itu lalu meminjamkan uang itu kepada orang lain, dan orang lain itu wajib mengembalikan kepada bank, maka uang itu disebut Aktiva. Itu kan uang Us $100 yang itu-itu juga?
J : Ya, benar itu. Tapi…
T : Kalau uang itu kita hapus, seluruh uang nasabah dihapus, berarti bank itu sebenarnya tidak punya uang sama sekali?
J : Ya, demikian secara teori…
T : Bailah jika secara teoritis. Tapi jika bank tidak punya uang, darimana bank mendapatkan cadangan sekira US $249 juta yang tadi itu?
J : Tadi kan sudah saya katakan, bank yang buat.
T : Caranya?
J : Ya, ketika bank itu meminjamkan US $100 uang Anda kepada nasabah lain, bank membebankan orang itu dengan bunga.
T : Berapa banyak?
J : Tergantung pada tingkat suku bunga. Katakanlah lima setengah persen. Itulah laba dari bank atau dikatakan sebagai bank membuat uangnya sendiri. Dari bunga.
T : Mengapa bunga itu bukan keuntungan saya? Bukankah itu uang saya sebenarnya?
J : Ya, begitulah cara kerja sebuah bank, bahwa….
T : Waktu saya pinjamkan kepada bank itu US $100 uang saya, kenapa tidak saya bebankan bunga kepada bank?
J : Lho, kan itu Anda lakukan…
T : Anda tidak bilang demikian. Berapa banyak?
J : Tergantung pada suku bunga bank itu. Katakanlah setengah persen.
T : Kok pelit sekali?
J : He he he… dan itu jika Anda tidak menarik uang Anda kembali.
T : Jika begitu lebih baik saya tarik seluruh uang saya, dan saya kubur di halaman rumah saya?
J : Jika Anda berbuat begitu, bank tidak akan senang.
T : Kok begitu? Bila saya biarkan uang saya di bank, kan jadinya Pasiva. Dengan begitu saya kan mengurangi beban kewajiban bank?
J : Bukan begitu. Kalau Anda tarik uang Anda, maka bank tidak punya Aktiva.
T : Tapi bukankah kalau kita ingin menarik uang kita kembali, bukankah bank harusnya mengizinkannya?
J : Pastilah…
T : Tapi, jika uang saya sedang dipinjamkan oleh bank ke nasabah lain bagaimana?
J : Bank akan mempersilakan Anda mengambil uang orang lainnya.
T : Tapi jika orang lain itu juga ingin mengambil uangnya? Semua nasabah serentak ingin mengambil uangnya sendiri, bagaimana?
J : Itu kan teori. Dalam kenyataannya tidak demikian.
T : Kalau itu terjadi juga dalam kehidupan nyata?
J : Ya, bank tidak akan mampu untuk mengembalikan uang seluruh nasabahnya…
T : Kalau begitu bank sebenarnya tidak punya komitmen dong.
J : Saya tidak bilang begitu.
T : Tentu saja Anda tidak akan jujur bilang demikian. Cukup atau masih ada keterangan lain?
J : Cukup sajalah. Anda kini boleh pergi ke bank dan membuka rekening.
T : Mm… sebenarnya masih ada satu lagi pertanyaan.
J : Boleh, apa itu?
T : Saya pikir, apa tidak sebaiknya saya membuka bank saja ya?
Demikianlah hakikat bank. Bank konvensional hanya bisa hidup dan bertahan karena mendapat kepercayaan (Trust) dari nasabahnya. Sedangkan kepercayaan nasabahnya tumbuh karena bank mendapat jaminan dari bank sentral. Setiap tahun bank mendapat rating dari bank sentral dan dari rating itulah kepercayaan nasabah bisa bertambah atau turun.
Bank Century, bertahun-tahun bank ini memiliki rating yang buruk. Namun dalam kasus Bank Century sekarang, adalah sangat ganjil ketika bank yang buruk ini “dipercaya” oleh nasabahnya sehingga nasabahnya mau menyimpan uangnya dalam jumlah yang sangat amat besar. Ini sungguh-sungguh aneh sehingga menimbulkan banyak tanda tanya. Salah satu dugaan yang mengemuka adalah, seperti yang dikatakan ekonom Ichsanudin Noorsi di berbagai forum, Apakah Bank Century yang rapuh ini telah dijadikan lembaga pencucian uang menjelang Pemilu 2009 kemarin, di mana dananya mengalir ke sebuah partai politik besar? (bersambung/ridyasmara)