“Kasus Bank Century jika dibuka akan panjang dan melebar kemana-mana,” kata H.M. Jusuf Kalla kepada Said Agil Sirajd, saat Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu bertemu Kalla di Jakarta (4/9). Ketika pernyataan itu dikejar, Jusuf Kalla mengelak dan hanya mengemukakan jiika dirinya sedari awal tidak setuju dengan bailout Bank Century karena yakin jika kasus yang menimpa bank tersebut merupakan perampokan pejabatnya sendiri.
Apa yang telah diduga Kalla sepertinya akan menjadi kenyataan. Hari-hari ini kita terus dibombardir perkembangan demi perkembangan kasus Kriminalisasi KPK yang entah bagaimana rupa ujungnya. Beririsan dengan kasus tersebut, sejumlah tokoh nasional dan eksponen pro-reformasi, dengan lebih kritis melihat jika keseluruhan kasus ini sesungguhnya bermuara dari kasus Bank Century.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dan mantan presiden Abdurrahman Wahid dengan tegas menyatakan jika kasus penahanan Ketua KPK non-aktif Bibit Samad Ryanto dan Chandra Hamzah sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari pengusutan kasus pencairan dana pada Bank Century (Kompas, 1/11). ”Jauh-dekat, kasus itu ada kaitannya dengan Bank Century yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara,” ujar Din Syamsuddin. Sementara Gus Dur mengingatkan agar KPK tidak surut dan tetap fokus untuk mengusut kasus Bank Century.
Bahkan Tim-8 yang dibentuk Presiden Susuilo Bambang Yudhoyono pun dalam beberapa jumpa pers menyatakan jika kasus Bibit-Chandra memang terkait dengan kasus Century.
Perkembangan mutakhir kasus ini adalah dengan bergulirnya Hak Angket yang diajukan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap kasus ini yang sejak digulirkan hingga hari ini (13/11) telah mendapat dukungan 139 anggota DPR dari enam fraksi, kecuali Fraksi Partai Demokrat yang berkilah lebih memilih menunggu hasil akhir audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menurut Ketua BPK Hadi Purnomo di Jakarta kemarin (12/11), mengatakan, jika sampai saat ini BPK masih mengumpulkan data seputar Bank Century dan menganalisanya.
“Data yang telah dikumpulkan auditor BPK itu macam-macam, ada dalam bentuk wawancara, tertulis, dan ada laporan dari PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan),” katanya. Auditor BPK, ia berharap, bisa secepatnya menganalisa data tersebut dan menyusunnya menjadi laporan. Hadi Purnomo yang baru menjabat sebagai Ketua BPK menggantikan Anwar Nasution berharap, “Mudah-Mudahan bisa selesai, tapi jika belum selesai pada akhir Nopember, ya pada akhir Desember.”
Juru Bicara Inisiator Hak Angket Kasus Bank Century, Maruarar Sirait yang berasal dari PDIP sedikit kecewa dengan Ketua DPR Marzuki Alie yang sepertinya enggan ikut menandatangani pengajuan hak angket tersebut, walau para wakil ketua DPR lainnya telah setuju. Marzuki Alie yang berasal dari Partai Demokrat ini memang bukan sekali ini saja terkesan malas bersikap kritis terhadap pemerintahan SBY-Budiono. Ketika DPR hendak memanggil Menteri Kesehatan yang baru, Endang Sedyaningsih, yang penunjukkannya oleh SBY menimbulkan kontroversi karena dikenal sebagai orang yang akrab dengan Namru-II, Ketua DPR Marzuki Alie dengan keras menyatakan ketidaksetujuannya dan “memveto” acara rapat dengar pendapat dengan menteri baru ini dengan mengatakan jika acara-acara serupa tidak ada manfaatnya.
Pengajuan hak angket DPR sendiri sebenarnya jug amenimbulkan keraguan banyak pihak karena belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, hak angket ini biasanya hanya “panas” diawal namun dengan cepat menjadi tak jelas ujungnya atau terkesan hanya normatif. Salah satu contoh paling baik adalah ketika DPR lewat pansus hak angket Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencoba untuk mengkritisi DPT Pemilu 2009 yang kisruh kemarin. Namun hasilnya benar-benar mengecewakan karena hanya menghasilkan keputusan normatif. Namun walau bagaimana pun, mau tidak mau rakyat harus tetap mengawasi jalannya proses hak angket terkait Century ini. Hanya saja, mungkin kita jangan terlalu berharap banyak pada parlemen negeri ini, yang bukan rahasia umum lagi sudah lama dikenal sebagai institusi yang NATO (Not Action Talk Only).
Lima Sasaran Hak Angket DPR
Juru Bicara inisiator Hak Angket Bank Century, Maruarar Sirait, dalam pernyataan tertlisnya yang dirilis Kamis (12/11) mengemukakan lima sasaran fokus penyelidikan DPR terhadap kasus ini, yakni: Pertama, "…mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bailout) Rp 6,76 triliun untuk Bank Century."
Poin kedua adalah mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak. Juga keterlibatan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji dalam pencairan dana nasabah Bank Century sebesar Rp 2 triliun.
“Juga kemungkinan terjadinya konspirasi antara para pemegang sahan utama Bank Century dengan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah,” ujar Maruarar.
Ketiga, menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagaian dana talangan tersebut oleh direksinya justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna). Sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan.
“Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, politik misalnya. Melakukan skenario bailout bagi Bank Century?" tambah Maruarar yang akrab disapa Bang Ara ini.
Keempat, menyelidiki mengapa bisa terjadi pengelembungan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century tanpa persetujuan DPR. Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah. Padahal DPR hanya menyetujui dana talangan sebesar Rp 1,3 triliun.
Kelima, mengetahui seberapa besar kerugian negara yang ditimbulkan kasus bailout Bank Century. Serta sejauh mana kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Hal ini sangat penting mengingat kondisi rakyat banyak yang masih sangat susah hidupnya dan demi memenuhi rasa keadilan rakyat.
Kronologis Kasus Century
Sebelum membahas lebih jauh tentang perkembangan kasus yang melibatkan sekurangnya dua petinggi negara kala itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Budiono (sekarang sebagai Wakil Presiden RI), sebaiknya kita mengetahui kronologis kasus ini agar sedikit banyak mengetahui bagaimana proses bailout pemerintah yang mengorbankan uang rakyat sebesar minimal Rp 6,7 triliun demi menyelamatkan sebuah bank kecil bermasalah yang oleh Jusuf Kalla semasa masih menjabat Wakil Presiden RI dikatakan sebagai bank yang dirampok oleh dreksinya sendiri. Dan kita juga harus memahami apakah sebenarnya mahluk yang bernama “Bailout Game” itu? Agar semua pihak mengerti betapa jahatnya tindakan yang ditempuh pengambil kebijakan negara ini terhadap rakyatnya sendiri. (bersambung/ridyasmara)