oleh Marwan Batubara, Indonesian Resources Studies, IRESS
Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total pertama kali pada tanggal 31 maret 1967, untuk jangka waktu 30 tahun, dan telah berakhir pada 31 Maret 1997. Namun sebelum Maret 1967, KKS telah diperpanjang untuk masa kontrak 20 tahun, sehingga kontrak Blok Mahakam baru akan berakhir tanggal 31 Maret 2017. Sesuai ayat 1 Pasal 28 PP No.35/2004, kontraktor dapat mengajukan kembali permohonan perpanjangan kontrak untuk masa waktu 20 tahun berikutnya. Sejalan dengan itu, ayat 4 dan 8 PP Pasal 28 No. 35/2004 pemerintah (Menteri ESDM) yang dapat pula menolak atau menyetujui permohonan tersebut.
Sesuai ayat 5 Pasal 28 PP No.35/2004, kontraktor dapat menyampaikan permohonan perpanjangan kontrak 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Pada bulan Juni 2007, EVP Total, Christophe de Margerie, telah mengajukan perpanjangan kedua kontrak Blok Mahakam kepada Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro. Pada saat itu Purnomo menyatakan terlalu dini untuk membahas perpanjangan kontrak. Selain itu, Purnomo merespon permintaan Total dengan menyampaikan keinginan pemerintah untuk meningkatkan pola bagi hasil dari kesepakatan sebelumnya, yakni 70 (pemerintah) : 30 (kontraktor), dan menyertakan saham pemerintah pada Blok Mahakam. Untuk itu pemerintah memberi kesempatan kepada Pertamina atau perusahaan daerah memiliki participating interest (PI) di Blok Mahakam. Pada prinsipnya pemerintah belum memberikan jawaban spesifik, namun menyatakan siap memperpanjang kontrak sepanjang blok tersebut dikelola bersama dengan pihak Indonesia.
Sesuai ayat 9 Pasal 28 PP No.35/2004, Pertamina dapat pula mengajukan permohonan kepada pemerintah (Menteri ESDM) untuk mengelola Wilayah Kerja yang habis masa kontraknya. Sedangkan ayat 10 Pasal 28 PP No.35/2004 menyatakan bahwa Menteri ESDM dapat menyetujui permohonan Pertamina tersebut sepanjang saham Pertamina 100% masih dimiliki oleh negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan KKS yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut, Pertamina-pun telah menyatakan minat untuk mengelola Blok Mahakam. Bahkan tahun 2010 yang lalu Pertamina telah mengungkapkan minat untuk membeli 15% saham Blok Mahakam melalui mekanisme business to business.
Hingga saat ini pemerintah belum mengambil keputusan baik atas permohonan Total, maupun atas permintaan Pertamina. Dirjen Migas, Evita Legowo mengatakan (23/3/2011) karena waktunya masih lama, keputusan belum diambil. “Masih lama, paling lambat kita putuskan 2015. Sekarang kan baru 2011,” ungkap Dirjen Migas. Sebagai anak bangsa, kita sangat berkepentingan agar sejak 2017 Blok Mahakam dikelola oleh Pertamina. Namun hal ini tergantung kepada sikap pemerintah, yang karena berbagai kepentingan, dapat saja memperpanjang kontrak blok tersebut kepada asing. Karena itu, kita perlu mengadvokasi masalah Blok Mahakam ini secara serius dan kontinu.
Potensi Blok Mahakam
Saat ini saham Blok Mahakam dipegang 50% oleh Total EP Indonesie (Prancis) dan 50% oleh Inpex Corp. (Jepang). Tidak 1% pun dimiliki Pertamina! Berdasarkan kajian berbagai sumber, termasuk BP Migas, Blok Mahakam diperkirakan masih menyimpan cadangan gas sekitar 14 triliun cubic feets (tcf), lebih besar dari cadangan gas Tangguh yang hanya 8 tcf. Produksi gas dari Blok Mahakam mencapai 2,6 bcf /tahun dengan pangsa pasar terbesar ke Jepang. Sejak 1967 hingga 2009, total produksi gas dan minyak dari blok Mahakam masing-masing telah mencapai 13,7 triliun kaki kubik (tcf) dan 1.065,5 juta barel. Sumur telah dibor sepanjang aktivitas eksplorasi/eksploitasi mencapai 1280 buah. Sekitar USS 21 miliar telah diinvestasikan di Mahakam. Hingga akhir 2008, blok ini telah menghasilkan USS 99 miliar penerimaan kotor.
Dengan cadangan gas sebesar 14 tcf dan asumsi harga rata-rata minyak selama masa eksploitasi adalah 90 dolar AS per barel, 1 barrel oil equivalent, boe = 5.487 cf, dan kurs US$/Rp = 8500, maka potensi pendapatan kotor Blok Mahakam adalah = 14.1012 x 1/5.487 x 90 = US$ 229. 63 miliar, atau sekitar Rp 1951,88 triliun. Potensi pendapatan yang sangat tinggi ini pasti mengundang minat kontraktor manapun untuk menguasai. Karena itu pula Total sangat berkepentingan memperoleh perpanjangan kontak. Apalagi, tambang Mahakam berada di laut dangkal sehingga memudahkan kegiatan eksploitasi.
Move Total
Dalam 2 tahun terakhir Total telah melakukan berbagai upaya guna perpanjangan kontrak berupa penyebaran informasi tentang prestasi/keberhasilan selama ini, pernyataan rencana eksplorasi baru, investasi untuk eksploitasi, kontrak penjualan gas domestik dan pendekatan kepada pejabat pemerintah. Selain itu, pemerintah dan/atau perusahaan Prancis juga memberikan beasiswa untuk program S1, S2 dan S3 di Prancis.
Pada kuliah umum tanggal 1 Juli 2011 di Universitas Indonesia, Perdana Menteri Perancis, Francois Fillon, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi justru banyak dimanfaatkan untuk menjalankan industri dan bisnis negara lain. Fillon menganjurkan agar ke depan ekonomi Indoensia dikembangkan atas basis teknologi tinggi, sekaligus digunakan untuk mengentaskan kemiskinan. Fillon menjanjikan Prancis akan mendukung proyek-proyek infrastrukur dan teknologi tinggi di Indonesia, bekerjasama dengan otoritas publik dan mitra industri Eropa.
Sikap Kita (?)
Segala upaya Total/Prancis tersebut merupakan hal yang wajar secara binis. Namun, sebagai bangsa kita tidak boleh terpengaruh. Kita harus berpegang teguh kepada konstitusi dan memaksimalkan kekayaan negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, terlepas dari janji-janji muluk dari Total dan PM Prancis di atas, tidak ada alternatif lain bahwa sejak 2017 Blok Mahakam harus dikuasai negara/Pertamina.
Komitmen investasi, eksplorasi baru dan bantuan kerjasama bukanlah hal-hal istimewa yang hanya dapat dilakukan oleh Total atau Prancis. Kita pun harus waspada terhadap program “gula-gula” beasiswa yang nilainya tak seberapa dibanding potensi Mahakam, atau program CSR yang merupakan program korporat yang dapat pula dilakukan oleh BUMN kita sendiri. Keprihatinan atas kemiskinan dan komitmen Fillon untuk mendukung pembangunan ekonomi kita, patut dihargai dan sambut baik. Namun pada saat yang bersamaan, kita pun harus tetap waspada karena dibalik komitmen tersebut dapat tersimpan maksud untuk memperoleh perpanjangan kontrak Mahakam.
Kita sangat khawatir kontraktor juga memberi dukungan finansial dan politik kepada oknum pengambil keputusan. Kita khawatir adanya intervensi oknum kontraktor agar pemerintah memperlambat pengambilan keputusan, sehingga terbuka kesempatan untuk melakukan lobi tingkat tinggi dan ditetapkannya kebijakan kolutif yang merugikan negara. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak asing pun dapat menancam pembatalan kerja sama di berbagai sektor lain dalam rangka memperoleh perpanjangan kontrak.
Tuntutan
Mengingat besarnya potensi Mahakam di satu sisi dan kuatnya keinginan asing untuk memperoleh perpanjangan kontrak mengguna(halal)-kan berbagai cara di sisi lain, maka sudah seharusnya bangsa Indonesia bersikap tegas dalam kasus Mahakam ini. Kita menuntut para pemimpin untuk menjalankan konstitusi secara konsisten guna mewujudkan kemadirian dan kemakmuran bangsa. Praktek KKN, perburuan rente dan penyerahan kekayaan alam demi dukungan politik dan kekuasaan harus dihentikan. Karena itu kita menuntut hal-hal sbb:
Meminta pemerintah segera memutuskan masalah Mahakam tahun 2011 ini juga, demi kepentingan strategis negara dan kepastian investasi;
Mebebaskan pengambilan keputusan dari kepentingan-kepentingan untuk memperoleh dukungan politik asing, meraih kekuasaan, memenangkan Pemilu 2014, menjaga target lifting, komitmen kerjasama ekonomi maupun beasiswa;
Membebaskan pengambilan keputusan dari perburuan rente oknum-oknum pejabat, pemimpin partai atau penguasa tertentu seperti terjadi pada tambang Freeport, Newmont atau Blok Cepu;
Menetapkan Pertamina sebagai operator Blok Mahakam sejak 2017, dan memberi wewenang kepada Pertamina mengundang (farm-out) kontraktor lain memiliki saham di Blok Mahakam melalui tender, demi maksimalisasi pemasukan modal;
Memberi kesempatan kepada Total memiliki saham Blok Mahakam setelah 2017 tanpa melalui tender, sepanjang Pertamina diberi kesempatan memiliki saham Mahakam, secara business to business, sejak 2011 atau paling lambat tahun 2012;
Memberi kesempatan kepada daerah terkait memiliki saham Blok Mahakam melalui kerjasama dengan BUMN di bawah kordinasi pemerintah pusat;
Meminta pemerintah mengeluarkan keputusan final tentang Mahakam dalam sebuah PP atau Perpres, setelah dikonsultasikan dan mendapat persetujuan DPR.
Penutup
Setiap memperingati hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei, kita sering meratapi dominasi asing atas kekayaan alam kita, sekaligus pembacaan ikrar, berupa tekad kita untuk melakukan perbaikan. Namun setelah hari-hari peringatan berlalu, kehidupan kembali berjalan normal. BUMN kita tetap kerdil dan mayoritas masayarakat tetap hidup jauh dari sejahtera. Hal ini perlu dikoreksi secara sistematis, bukan lagi hanya dalam bentuk pidato atau ikrar bersama. Salah satu yang mendesak dikoreksi dan diputuskan adalah kontrak Blok Mahakam.
Sejalan dengan hal di atas, kita menuntut Presiden SBY mewariskan kebijakan Blok Mahakam yang visioner, konstitusional, bermartabat dan pro-rakyat. Bukan mewariskan ironi seperti pada KK Freeport, KK Inco atau Blok Cepu. Oleh sebab itu, jika pemerintahan SBY dan DPR berniat melakukan koreksi, membesarkan Pertamina sebagai national oil company, mengutamakan kepentingan bangsa dan konsisten antara ucapan dengan perbuatan, maka sejak 2017 Blok Mahakam harus dikelola oleh Pertamina dan harus didukung untuk memiliki saham sejak tahun 2011 ini.[]