Eramuslim.com – Kasus jual beli rumah susun sederhana sewa (rusunawa), ternyata tak hanya terjadi di rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, dan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun, hal yang sama juga terjadi di Rusunawa Kapuk Muara yang berlamatkan di Jalan SMPN 122, Kapuk Muara, Penjaringan Jakarta Utara.
Menurut penuturan beberapa penghuni yang tinggal di bangunan yang diperuntukkan bagi warga relokasi itu, aktivitas bebas jual beli unit rusun sering terjadi. Pasalnya, penjualan unit itupun dibekingi beberapa preman yang ada di kawasan tersebut.
Menurut Pantauan, suasana dan kondisi di rusunawa itu terbilang normal. Beberapa warga tengah beraktivitas di rusunawa yang memiliki 6 blok tersebut.
Saat ditanyai terkait jual beli unit rusun ke salah satu penghuni rusun Lantai V Blok A, Reni (38), membenarkan hal itu. Menurut dia, penjualan bebas unit rusun sudah terjadi sejak lama.
“Kalau saya, asli warga relokasi mas. Saya pertama kali yang tinggal di sini. Dulunya saya tinggal di kolong tol. Kalau soal jual unit rusun, itu mah udah terjadi lama mas,” ucap Reni saat dirinya tengah berbelanja bersama anaknya di lantai dasar, Senin (15/06).
Reni yang bekerja sebagai ibu rumah tangga ini menuturkan, saat dirinya pindah ke rusunawa yang per bloknya memiliki 100 unit ini, sempat ditawari oleh seorang pria, untuk menjual unit rusunnya. Malahan, ia mengaku harganya terlampau mahal.
“Tahun 2013-an kalau gak salah. Saya pindah ke sini. Itupun didapat karena suami saya ngurusin Surat Perjanjian Sewa (SP) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di pihak Dinas Perumahan dan Gedung DKI. Itu ‘real’ saya asli warga relokasi, dan dapat kunci pun diundi,” ujarnya
Ia pun melanjutkan, “Saya saat itu lagi sibuk angkut barang. Tiba-tiba, cowo berpakaian preman nyamperin saya. Saya gak tahu siapa. Dia bilang ke saya ‘Bu, rusunnya punya ibu, saya beli deh. 30 juta gimana?’ Bilangnya gitu ke saya. Ya sayanya gak mau,” tuturnya.
Reni pun menjelaskan kembali sambil menuju unit rusunnya.
“Orangnya sih rada maksa. Maksanya sih halus, persis kaya calo. Pas saya bilang gak mau, orang itu langsung pergi dan nyamperin orang berkulit putih sipit,” lanjutnya.
Sampai sekarang, ia mengaku tak tahu siapa gerangan pria itu. Lambat naun selama ua tinggal di Rusunawa Kapuk Muara, ia pun baru menyadari, lebih banyak warga yang berasal luar Jakarta seperti Bandung, Riau, Pontianak, dan di luar pulau Jawa lainnya.
“Namanya bertetanggaan ya, saya pasti ngobrol-ngobrol lah sama yang lain. Ternyata saya baru sadar, mereka kebanyakan orang luar Jawa. Saya tanya, kenapa mereka pindah ke sini, ya rata-rata bilang merantau. Mau cari uang di Jakarta. Kebanyakan di sini Tionghoa-tionghoa gitu. Saya tanya lagi ke beberapa orang, ya mereka unit rusunnya katanya udah disediain dari awal sama saudara-saudaranya mereka. Ya intinya dibeli,” tambahnya.
Reni pun bingung, betapa mudahnya warga dari luar Jawa mendapatkan unit rusun di Kapuk Muara.
“Ada yang ngaku sama saya, ada beberapa yang saya kenal, mereka yang tinggal di Lantai V beli unit rusun, kalau harga sekarang ya, ya Rp 40 juta. Lantai dasar lebih mahal lagi, Rp 80 juta mas. Saya bingung, saya gak beli kok. Cuman bayar sewa Rp 170 ribuan,” ucapnya.
Tak hanya Reni, pria yang tak ingin disebutkan namanya HD (38) menuturkan hal yang sama.
“Emang benar mas. Makanya kebanyakan di sini bukan orang Jakarta asli. Beli rusun itu ada calonya. Calonya yang saya tahu ya preman-preman sini. Saya juga gak ngerti caranya gimana. Cuman, harga jual unit di sini dibilang emang mahal banget. Kan ada yang nyampe Rp 80 jutaan,” paparnya.
HD yang tinggal di rusun Blok B Lantai III, juga mengaku, dirinya sempat berbincang dengan warga yang baru saja pindah dari Bali.
“Ada tuh yang abis tinggal di Bali, pindahnya ke sini. Saya juga bingung gimana bisa begitu mudahnya mereka dapet rusun,” ucap pria yang berprofesi sebagai pedagang makanan ini.
Penasaran, HD mengaku beberapa penghuni di Rusun Kapuk Muara bukanlah warga asli relokasi. Ia mengatakan, pengakuan warga yang bukan asli relokasi membeli unit rusun tersebut.
“Mereka ke sini ada yang punya kios handphone di WTC Mangga Dua, ada yang karyawan juga kok.Cuman saya akuin memang bukan warga asli relokasi. Mereka kebanyakan dari luar Jakarta bahkan Jawa. Kalau ditanya bisa dapet rusun gimana, rata-rata mereka bilang dibeliin saudara. Ada juga yang bilang, ada yang urus penjualan unit rusun. Katanya calo atau preman sinilah bisa ngurusin itu. Calo yang manaaaa.. saya gak tahu,” ujarnya.
Saat ditelusuri dan menyambangi ke dalam rusun, banyak penghuni rusun yang memakai bahasa asing, yakni Cina ataupun Tionghoa. Tak hanya itu, banyak dupa-dupa yang di pajang di depan pintu unit rusun mereka.
Ketika diwawancarai salah satu warga yang tinggal di rusun Blok C Lantai II, LY (33), mengaku sebelum menempati rusun, dirinya tinggal di Pontianak. Ia bisa mendapatkan unit rusun, jelas LY, lantaran dibelikan saudara angkatnya yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan.
“Ya ada saudara saya beliin. Memang saya tinggal di sini. ‘Yaudah kamu tinggal di sini saja. Tempatin punya saya’ itu kata saudara saya. Ya akhirnya saya tinggal di sini sudah setahun. Memangnya ada apa ya?” ucap LY.
LY yang mengaku bekerja sebagai sopir pribadi ini, tak tahu menahu berapa harga per unit rusunnya. Ia menjelaskan hanya disuruh saudaranya untuk tinggal menetap di Jakarta.
“Saya di sana (Pontianak) ngontrak, pindah-pindah. Sudah ya, saya mau pergi,” ujar LY yang kala itu sedang terbutu-buru pergi bersama istri dan satu anaknya.
Sementara itu, Abdurrahman Anwar selaku Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa (UPRS), menjelaskan akan mengusut tuntas maraknya kasus aktivitas bebas jual beli unit rusun.
“SP, KTP, Autodebet mereka yang bukan asli warga relokasi ini sinkron. Sudah sah menjadi penghuni. Itu kan ketika saya sebelum menjabat. Ya bisa dibilang sudah terlanjur basah. Namun, kami mencoba lambat naun beriring jalannya waktu, saya pejari kasus ini. Sedikit demi sedikit ya warga bukan asli relokasi akan kami ketahui. Kedepannya bagaimana lihat nanti saja,” ucapnya saat dikonfirmasi.(rz/fahreenheat)