Coba bayangkan, sudah 10 hari lebih kapal ini terombang-ambing di laut Karibia, dengan 682 penumpangnya yang diliputi kecemasan dibunuh virus korona, tapi tak satu pun Negara yang mau membuka pintu pelabuhannya.
Padahal, kalau bicara ideologi, Inggris bukan “negara sekawan” bagi Kuba. Malah sebaliknya, Inggris selalu sekawan dengan Amerika Serikat dalam memusuhi Kuba.
Tapi, karena tanggung jawab kemanusiaan, Kuba selalu mengulurkan tangan pada bangsa mana pun di belahan dunia ini yang tertimpa bencana. Bagi Kuba, urusan kemanusiaan tak ada urusannya dengan paspor yang anda pegang.
“Terima kasih, Kuba. Anda membuka hati untuk kami. Kami tak akan lupa, anda satu-satunya bangsa yang mengulurkan tangan ke kami, ketika tak satu pun mau menerima kami,” tulis Anthea Guthrie, seorang penumpang kapal MS Braemar, di akun facebooknya.
Kedua, meski Kuba juga tak kebal dari virus korona, bahkan hingga Selasa (24/3) sudah 40 warga Kuba yang positif menderita Covid-19, tetapi negeri ini tetap mengirim dokter-dokter terbaiknya ke berbagai negara.
Ada yang dikirim ke Venezuela, Nikaragua, Jamaika, Suriname, dan Grenada. Dan tak kalah menakjubkan, ada 53 orang dokter Kuba yang dikirim ke Italia.
Italia merupakan negara di luar Tiongkok yang paling terpukul oleh pagebluk korona. Hingga Selasa (24/3), sudah mencapai 67.176 orang positif covid-19 dan 6.820 diantaranya meninggal dunia.
Dan asal tahu saja, hampir semua dokter Kuba yang dikirim ke Italia ini adalah veteran. Ya, mereka adalah dokter-dokter yang baru saja pulang dari bertempur melawan wabah virus Ebola di Afrika.
Mungkin ada yang bilang, “ah, Kuba hanya mau cari panggung dalam isu korona ini.”
Jadi begini ya. Jauh sebelum pandemi korona ini, bahkan ketika baru saja meletuskan revolusinya di tahun 1969, dan mungkin bapak-ibumu belum lahir, Kuba sudah sering mengirim dokter dan paramedisnya ke berbagai negeri yang tertimpa bencana.