o. Alasan politis, ras, bangsa, etnis, budaya, agama, jenis kelamin. Alasan politis” dapat diintepretasikan sebagai “alasan negara dan pemerintahan, atau hubungan masyarakat pada umumnya” dan tidak hanya terbatas pada anggota partai politik tertentu atau ideologi tertentu. Oleh karena itu, kata “politis” dapat diartikan sebagai masalah hubungan dalam masyarakat seperti masalah lingkungan hidup dan kesehatan. Jadi, kejahatan persekusi bisa juga dilakukan atas dasar adanya perbedaan opini mengenai masalah kesehatan dan lingkungan hidup. Istilah “etnis” (ethnic) lebih sempit dari istilah “etnisitas” (ethnical) dalam Pasal II Konvensi Genosida. Digunakannya istilah etnisitas (ethnical) dimaksudkan untuk mencakup pengguna bahasa tertentu sehingga pertimbangan ras bukan karakteristik yang dominan tetapi lebih diartikan sebagai keseluruhan tradisi dan warisan budaya.
p. Penangkapan orang secara paksa. Menangkap (arrested), menahan (detained) atau menculik (abducted) satu orang atau lebih. Penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut dilakukan dengan, atau melalui pengesahan, dukungan atau bantuan dari suatu negara atau organisasi politik.
Apakah Joko Widodo dan KPU Bisa Diadili di Internasional Tribunal?
Hostis Humanis Generis. Kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk ke dalam yurisdiksi universal, di mana setiap pelaku kejahatan tersebut dapat diadili di negara manapun, tanpa memperdulikan tempat perbuatan dilakukan, maupun kewarganegaraan pelaku ataupun korban. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan prinsip no safe haven (tidak ada tempat berlindung) bagi pelaku kejahatan yang digolongkan ke dalam hostis humanis generis (musuh seluruh umat manusia) ini. Perlu ditambahkan bahwa untuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana kejahatan perang dan genosida tidak dikenal adanya daluwarsa.
Apakah Joko Widodo dan KPU melakukan kejahatan dengan memenuhi unsur sebagaimana di atas? Tentu saja belum memenuhi unsur untuk diadili. Karena itu tidak tepat dibawah ke pengadilan internasional. Namun demikian proses hukum domentik masih terbuka. Sebagaimana pemilu di Philipina ketika Presiden Aroyo melakukan kecurangan pemilu namun kalah lantas dijebloskan dalam penjara sebagai pelaku kejahatan pemilu yaitu penyalagunaan kewenangan (abuse of power), dan tindakan kecurangan secara terencana, terstruktur, masif dan meluas.
Kejahatan itu Tanggung Jawab Individu
Berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: Kejahatan Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Perang. Tujuan dari pengadilan internasional adalah untuk meminta pertanggungjawaban pidana individual (individual criminal responsibility) terhadap para pelaku.
Pada tahun 90-an dunia digegerkan dengan kejahatan kemanusian di Yogoslavia dan Rwanda. Kedua pengadilan tersebut (Yugoslavia/ICTY dan Rwanda/ICTR) menggunakan prinsip-prinsip dasar yang berasal dari keputusan-keputusan Mahkamah Nuremberg, khususnya dalam hal pertanggungjawaban pidana secara individual. Walaupun keputusan-keputusan Mahkamah Nuremberg (dan juga Tokyo) tidak secara jelas menerangkan prinsip tersebut khususnya karena tidak merinci tentang sejauh mana individu harus mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan secara kolektif, sistematik dan birokratik. Pertanggungjawaban secara individual ini telah menjadi doktrin hukum yang diterima secara internasional dengan disahkannya Code of Offences Against The Peace and Security of Mankind pada 1954 oleh PBB. Adapun prinsip-prinsip pertanggungjawaban individu sebagaimana diatur dalam Prinsip Nuremberg adalah:
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang merupakan kejahatan internasional bertanggung jawab atas perbuatannya dan harus dihukum.