Eramuslim.com – Apalagi Mochtar Riady dan kroni-kroni bisnisnya, sejak 1993 tercatat merupakan yang paling agresif menanam modal di Tiongkok, tanah leluhurnya. Sedemikian rupa sehingga tak mudah untuk merinci semua investasi Lippo di daratan Tiongkok. Khususnya di Fujian, kampung halaman leluhur Mochtar Riady yang bernama asli Li Wen Zheng.
Melalui invetasinya di Tiongok Selatan dan Fujian pada khususnya, Mochtar dan Lippo membangun berbagai infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan perumahan. Proyek-proyek itu dibangun di kota Fuzhou, Ibukota Fujian.
Juga pada April 1993, di provinsi Shandong, Lippo juga punya proyek. Bersama pemerintah setempat, membangun infrastruktur senilai 350 juta dolar AS. Di sini, Lippo bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan konsorsium untuk memobilisasi dana sebesar 300 juta dolar AS.
Ajakan kongsi bisnis melalui patungan atau urunan nampaknya memang modus bisnis Mochtar Riady yang menarik untuk dicermati. Pada April 1993, di provinsi Shandong, Lippo juga punya proyek. Bersama pemerintah setempat, membangun infrastruktur senilai 350 juta dolar AS. Di sini, Lippo bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan konsorsium untuk memobilisasi dana sebesar 300 juta dolar AS.
Seperti halnya juga ketika Lippo mengadakan patungan pendirian bank secara offshore dengan menyetor modal sebesar 50 juta dolar AS. Selain itu, Lippo juga membeli kawasan seluas 325 ribu kaki persegi di atas rencana stasiun bawah tanah di Giuangzho.
Bahkan lebih dari itu, Mochar dan Lippo juga meramah ke sektor keuangan dan sekuritas di Tiongkok. Dengan mendirikan perusahaan sekuritas di Shenzen dan Shanghai, melalui pembelian The Nanhai Commercial Bank.
Karena itu tak heran jika dalam seruannya kepada 3000 taipan rantau di seluruh dunia, Mochtar Riady sang pemilik Lippo Group, menganjurkan agar mengincar sektor properti, infrastruktur dan tambang batubara di Indonesia.