Salah satu wilayah yang paling memprihatinkan kondisinya di Suriah adalah pesisir Propinsi Latakia. Penduduk Ahlussunnah di sana menjadi minoritas dengan komposisi 30 persen berbanding 70 persen penduduk Nushairi. Mereka kini diserang dengan gencar karena Basyar Asad tak sudi daerah asal keluarganya dikuasai oleh Ahlussunnah.
Meski minoritas, Muslim Sunni di Latakia tetap teguh berjuang melawan kezhaliman rezim Asad. Resikonya, mereka dihujani bom setiap hari. Rata-rata 20 bom seberat 200 kg dijatuhkan pesawat-pesawat rezim Asad setiap harinya. Kondisi yang sangat memprihatinkan karena mujahidin di sana tak memiliki senjata antipesawat yang memadai.
Berbeda dengan mujahidin di kota-kota lain seperti Aleppo dan Homs yang telah memiliki roket-roket antipesawat, mujahidin Latakia belum. Maka hingga hari ini, mereka menjadi bulan-bulanan helikopter rezim yang menjatuhkan bom-bom birmil.
Sabuah faktor lain menambah kesedihan Muslim Latakia. Kompromi politik yang dipaksakan oleh Barat kepada kelompok politik oposisi, dengan imbalan pengakuan internasional, mengarah pada pembagian wilayah Suriah menjadi federasi Sunni-Nushairi. Dengan rencana seperti ini, Latakia kemungkinan akan diserahkan pada kelompok Nushairi.
Hal ini sangat ditentang oleh mujahidin. Abu Habib, salah satu pemimpin mujahidin Latakia, menyatakan kepada saya, “Kami tak sudi menyerahkan wilayah yang kami pertahankan dengan susah payah kepada musuh kami. Biarlah para politisi membagi-bagi kue kekuasaan dan wilayah. Kami tetap akan berjihad membela kampung kami.”
“Kami sangat prihatin dengan jatuhnya korban akibat pemboman rezim yang membabi-buta. Tapi hingga kini kami belum memiliki senjata antipesawat yang layak,” tambahnya. “Semoga saudara-saudara Muslim kami di luar negeri, termasuk di Indonesia bisa membantu kami dalam urusan ini.”
Lidah saya kelu, tak tega saya memberitahu Abu Habib bahwa Muslim di Indonesia terlalu sibuk dengan berbagai urusan lain. Sehingga tak sempat membantu saudara-saudaranya di Suriah yang setiap harinya rata-rata terbunuh 300 orang.
Inilah salah satu sisi memprihatinkan dalam revolusi Suriah. Perhatian dunia Islam minim, sementara dunia internasional yang dikuasai Barat memaksakan kompromi politik yang tak adil. Hasbunallah wa ni’mal wakil.
– Fahmi Suwaedi dari Suriah –