Pemandangan dalam gerbang itu begitu indah, dilatar belakang terlihat kedua adik kandung saya, Zidni Rahmi (adik yang sangat pemalu, kata orang adik wanita saya yang paling cantik dan putih dikalangan kami lima bersaudara), dan Zaki yang masih muda belia (sangat berbakti pada orangtuanya dan menjadi teladan bagi saya yang lebih tua) duduk di atas hamparan rumput nan hijau, mereka berdua berbincang-bincang tanpa menghiraukan saya yang berada di luar gerbang.
Lalu kedua anak saya yang masih kecil-kecil itu berkata “Abi, neu saba beuh, nyoe abi tetap dalam Iman dan Takwa, Insya Allah abi meurempok lom ngon kamo.” Kedua anak saya berpesan agar saya tetap dalam keimanan dan ketakwaan supaya nanti bisa berkumpul kembali. Saya lihat isteri saya terus tersenyum. Mereka melambaikan tangan.
Saya terjaga dari tidur. Ternyata saat itu sudah jam lima shubuh. Setelah sholat, saya bangkit dan menuju kamar tempat mamak mertua berada beserta keluarga ipar. Saya ceritakan bahwa saya bermimpi berjumpa isteri, anak, dan kedua adik saya.
Pada awalnya mereka menghibur saya karena mereka mengira saya akan menceritakan hal-hal yang sedih, karena saya adalah orang yang paling merasa kehilangan dibandingkan keluarga terdekat lainnya.
Namun setelah saya menceritakan mimpi yang barusan saya alami, saya dan mereka semua bersyukur, diiringi do’a dan pengharapan kepada Allah agar memasukkan kedua anak saya yang masih suci, istri saya yang shalihah, adik perempuan saya yang pemalu, dan Zaki yang taat beribadah dan berbakti kepada orangtuanya ke dalam surga-Nya. Amien.
Sesungguhnya di balik musibah ini saya mendapatkan kebahagian yang besar dengan masuknya anggota keluarga saya ke dalam surga. Saya ridha pada isteri saya, semoga keridhaan Allah lebih besar. (ts/Rizki Ridyasmara)