Setiap kawasan di dunia ini mempunyai organisasi antarnegara yang ditujukan untuk kepentingan bersama. Namun, seperti paparan di atas, kerja mereka mayoritas masih terbatas di bidang ekonomi. Kekerasan di suatu negara anggota bukan tanggung jawab lainnya.
Di samping itu, organisasi tersebut sengaja diciptakan mandul dengan mengatasnamakan prinsip nonintervensi. Karena itu, reposisi organisasi kawasan perlu dilakukan apabila menyangkut keselamatan orang banyak akibat tindakan rezim di negaranya.
Berharap banyak dari PBB akan memakan waktu panjang dan konflik pun bisa berakar dalam akibat ketiadaan “kepemimpinan” memadai. Termasuk seringnya penggunaan hak veto terhadap resolusi Loeh anggota tetap DK PBB jika objek sangkaan masih satu koalisi.
Inilah realitas politik yang rumit cenderung diabaikan dalam bingkai kawasan. Namun demikian, tindakan suatu organisasi regional terhadap negara yang dinilai melakukan the most serious crime bukan sesuatu yang ahistoris.
Pada 1997, Masyarakat Ekonomi Afrika Barat melakukan blokade ekonomi terhadap Sierra Leone akibat konflik berdarah di negara tersebut (Harijanto, Hasnah, dan Pangastuti, 2004).
Menguatnya regionalisme dalam politik internasional seyogianya menambah kekuatan dalam perlindungan keselamatan manusia. Apa yang terjadi di Palestina, Myanmar, Yaman, Suriah, Cina, dan tempat lainnya perlu juga mendapatkan perhatian dari organisasi kawasan.
Mereka harus berani keluar dari pakem yang selama ini terbentuk dengan meluaskan isu kerja sama. Blokade dan embargo ekonomi, serta sanksi jenis lainnya bisa ditempuh oleh suatu organisasi kawasan untuk menghentikan konflik berdarah di tempat lain.Hal tersebut perlu dilakukan karena menunggu keputusan PBB sama halnya menjadi penonton penggalian kuburan massal. (rol)
Oleh Arief Setiawan,
Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, Malang