Eramuslim.com – Israel membatalkan cuti untuk semua pasukan tempur pada tanggal 4 April untuk mengantisipasi respon Iran usai serangan brutal terhadap konsulat Iran di Damaskus beberapa hari sebelumnya.
“Sesuai dengan penilaian situasi … diputuskan untuk menunda sementara cuti unit-unit tempur,” kata pernyataan tentara Israel pada hari Kamis.
“IDF sedang berperang dan masalah pengerahan pasukan terus ditinjau sesuai kebutuhan,” tambahnya.
Pasukan penjajahan Israel (IDF) mengatakan sehari sebelumnya mereka meningkatkan pertahanan udaranya dan memanggil pasukan cadangan untuk menghadapi kemungkinan respon Iran setelah penghancuran konsulat Iran di Suriah oleh Israel dan pembunuhan beberapa pejabat.
Saluran televisi berbahasa Ibrani, Channel 12, berspekulasi bahwa Iran bisa saja menanggapi serangan konsulat tersebut dengan meluncurkan rudal dari wilayahnya – dibandingkan dengan menggunakan “proksi” mereka di Libanon, Irak, atau Yaman, mengacu pada Hizbullah, perlawanan Irak, dan Ansarallah di Yaman.
“Saya tidak akan terkejut jika Iran menembak langsung ke Israel,” kata mantan kepala intelijen militer Amos Yadlin kepada Channel 12.
Beberapa pejabat Iran, termasuk Presiden Ebrahim Raisi dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, telah bersumpah akan membalas Israel.
Serangan udara tersebut meratakan konsulat Iran di ibu kota Suriah, Damaskus, dan menewaskan beberapa orang, termasuk seorang perwira senior Korps Garda Revolusi (IRGC), Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi.
Perwira IRGC Brigadir Jenderal Mohammad Hadi Haji Rahimi juga tewas dalam serangan tersebut, bersama dengan lima penasihat dan pejabat lainnya.
Israel “akan mendapat ganjaran” atas serangan udara Damaskus, kata Khamenei pada tanggal 3 April.
Iran “telah menahan diri [di masa lalu], tetapi sangat penting untuk mengakui bahwa ada batas-batas kesabaran,” duta besar Iran untuk PBB, Zahra Ershadi, mengatakan di Dewan Keamanan pada tanggal 2 April.
Ia menambahkan, “Kejahatan ini secara terang-terangan melanggar prinsip dasar kekebalan diplomatik dan konsuler dan secara terang-terangan melanggar Konvensi Hubungan Diplomatik 1961, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, dan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan terhadap Orang-Orang yang Dilindungi Secara Internasional, termasuk Agen-Agen Diplomatik 1973.”
(Hidayatullah)