Inilah 7 Faktor Yang Mengakhiri Dominasi AS Di Timur Tengah

This combination made with file photos shows, from left, President Barack Obama, Iranian President Hasan Rouhani, Syrian President Bashar Assad, and Russian President Vladimir Putin. After years of estrangement, the United States and Russia are joined as partners in a bold plan to rid Syria of chemical weapons. More surprising yet, American and Iranian leaders _ after an exchange of courteous letters _ may meet in New York for the first time since the Islamic revolution swept Iran nearly 35 years ago. (AP File Photos)

Penulis politik, Asim Abdul Khaliq, mengatakan bahwa banyak indikasi yang bermunculan menunjukkan bahwa Timur Tengah tidak akan lagi berada pada dominasi satu-satunya Negara adikuasa Amerika Serikat, sebagaimana yang selama ini terjadi.

Penulis berpendapat dalam artikelnya, Pertempuran Timur Tengah Baru, yang dipublikasikan surat kabar “Khalij” (Teluk), bahwa masa dominasi telah berakhir, karena munculnya kekuatan regional yang mampu mengambil peran dan memaksa kebijakannya. Hal ini terkait dengan dominasi Rusia yang kembali untuk memaksakan kehadirannya sebagai pemain kunci dan mitra Internasional, dan kemampuannya berperan sebagai kekuatan besar dalam menyelesaikan krisis di wilayah tersebut khususnya permasalahan industry.

Penulis memaparkan tujuh faktor yang dilansir oleh Pusat Penelitian Politik Carnegie AS yang melemahkan perannya di Timur Tengah.

Pertama, efektifitas peran yang dimainkan oleh Iran dan Turki dalam menyikapi krisis di wilayah Timur Tengah.

Kedua, krisis Internal yang terjadi di Negara-negara Arab, beberapa dari Negara tersebut masuk dalam daftar Negara- Negara yang gagal dalam revolusinya.

Ketiga, terkait dengan pecahnya revolusi Suriah, dimana dalam konflik ini terlibat tiga kekuatan ; kekuatan Rezim pemerintah, kekuatan Regional dan kekuatan Asing yaitu Washington dan Moskow.

Keempat, munculnya generasi baru kelompok teroris yang paling tangguh, ISIS. Ia muncul saat konflik suriah menegang.

Kelima, berpindahnya titik konflik yang memanas dari satu wilayah ke wilayah yang lain.

Keenam, permasalahan Palestina yang tidak pernah selesai, dan selalu gagal di meja perundingan.

Ketujuh, perubahan kebijakan dan peran Amerika Serikat terhadap kawasan tersebut. (Hr/islammemo)