Eramuslim.com – Penjara Abu Ghraib di Irak menjadi populer pada era pemerintahan George W Bush karena metode interogasi dan perlakuan kepada para napi yang sarat dengan peyiksaan di luar batas kemanusiaan.
Pada sebuah wawancara, salah satu mantan interogator Abu Ghraib, Eric Fair, mengakui bahwa militer Amerika Serikat berkomitmen dengan metode menyiksa para napi dalam proses interogasi.
“Kami menyakiti orang-orang tidak hanya secara fisik.” Ujar Fair kepada jurnalis NPR, Terry Gross. “Kami menghancurkan mereka secara emosional dan saya berpikir setidaknya kami hanya menerima hukuman yang tidak seberapa sebagai konsekuensi.”
Fair dipekerjakan ole perusahaan kontraktor swasta dan ditempatkan sebagai interogator di penjara Abu Ghraib dan Fallujah, sebuah markas penangkapan di Irak yang diatur oleh pemerintah AS. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah penyiksaan. Tetapi beberapa tahun kemudian, apa yang terjadi di penjara terus menghantui Fair.
“Ini tidak seharusnya dilakukan. Begitu banyak pembahasan mengapa hal ini terjadi dan betapa sulitnya untuk berharap bahwa apa yang telah kami lakukan merupakan sesuatu yang tidak buruk. Tetap saja saya telah membuat kesalahan yang mengerikan.” Ia menambahkan, “Saya bertanggung jawab untuk mengakui hal ini secara terbuka.”
Fair mengatakan bahwa ia dilatih dengan banyak informasi tentang para tahanan dan diberikan sedikit informasi untuk bekerja dengan “persyaratan intelijen yang prioritas”. Ditambah mempelajari lokasi yang diduga menyimpan persenjataan kimia milik Saddam Husein.
“Kami masih meyakini bahwa Saddam Husein memiliki persediaan senjata kimia di Irak. Jadi pada setiap interogasi terdapat sejumlah informasi yang ingin diketahui. Caranya bergantung dengan siapa yang ditangkap dan dipenjara. Mencari keberadaan senjata kimia ini menjadi prioritas.” Ujar Fair.
“Bagi saya, tekanan yang kami berikan dengan beragam cara berdasarkan yang kami dapatkan selama pelatihan. Apakah dalam posisi push-up untuk beberapa lama atau dengan posisi lain yang mengakibatkan otot menjadi lelah.”
“Idennya adalah membuat seseorang kelelahan. Ini merupakan teknik yang sangat saya kenal dan saya gunakan.”
Palestinian chair
Fair juga menjelaskan salah satu peralatan interogasi yang dinamakan “kursi orang-orang Palestina” (Palestinian chair).
“Kursi orang-orang Palestina merupakan peralatan yang menempatkan seorang tahanan pada posisi tubuh terlipat sehingga mereka tidak mampu bergerak sedikit pun selama interogasi berlangsung.”
“Salah satu teman dan saya mencoba jika kami yang ditahan dengan alat tersebut. Kami hanya mampu bertahan selama satu menit.”
Menyaksikan para tahanan dalam kursi tersebut saat masa tugasnya di Fallujah menjadi titik balik bagi Fair.
“Intinya adalah di mana saya menyadari bahwa saya telah pergi ke sebuah tempat di mana saya tidak ingin kembali ke tempat tersebut.Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa apa yang kami lakukan bukanlah sebuah penganiayaan.”
“Manusia diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka dibiarkan tidak berpakaian dalam udara yang dingin dan tidur dengan kondisi stres serta tertekan.”
Fair juga menjelaskan mengapa selama ini ia tidak bersuara untuk melawan apa yang ia saksikan.
“Sebagai kontraktor, saya tidak memiliki wewenang untuk bersuara. Namun kembali dengan komitmen yang saya pegang kepada militer AS, tidak peduli mereka kontraktor atau prajurit.”
“Ada sebuah kesadaran bahwa perang berubah menjadi buruk dan saya berpikir untuk melakukan yang terbaik pada situasi ini.”
Kandidat presiden AS dari partai Republik, Donald Trump, mendukung teknik interogasi yang dilakukan di penjara Abu Ghraib. Fair menekankan apa arti sebuah penyiksaan.
“Saya berpikir jika semenit saja kau menyiksa seseorang dan mengaku sebagai orang Amerika, kita tetap berkewajiban itu tetap menyebutnya sebagai penyiksaan.” (ts/sputniknews)