Ustadz Syuhada Bahri: Dakwah Harus Konprehensif

"Da’wah adalah gerakan yang akan menyelamatkan negeri kita dari kehancuran. Karena itu, da’wah harus dilakukan secara konprehensif," kata Ketua Umum Dewan Da’wah Ustadz Syuhada Bahri saat membuka acara Pelatihan dan Penempatan Da’i Pendamping Mentawai di Balai Pelatihan Kesehatan Gunung Pangilun Kota Padang, Sabtu (11/12) pagi.

Acara yang didukung Majelis Taklim Telkomsel tersebut diikuti 42 da’i yang bertugas di berbagai pelosok Kepulauan Mentawai yakni Pulau Pagai, Sipora, dan Pulau Siberut. Para da’i berafiliasi kepada Dewan Da’wah dan lembaga lain semisal Hidayatullah, NU, Muhammadiyah, dan AMCF.

Turut hadir dalam hajatan itu, Kabid Diklat Dewan Da’wah Avid Solihin dan Direktur LAZIS Dewan Da’wah Ade Salamun. Berlaku sebagai tuan rumah adalah Ketua Dewan Da’wah Perwakilan Sumatera Barat, H Rusydi, yang disertai Sekretaris Dewan Da’wah Sumbar Anisral serta beberapa ketua setempat.

Ustadz Syuhada khawatir, saat ini muncul kecenderungan mempromosikan da’wah yang menghindari masalah yang berlabel ‘sejuk’. Gerakan da’wah semacam ini, lanjut Syuhada, biasanya getol mengajak berbuat baik (amar ma’ruf) tapi mengabaikan pencegahan maksiat (nahyi munkar) di segala bidang termasuk politik. Padahal, maksiat politik dampaknya jauh lebih destruktif ketimbang maksiat pribadi seperti meninggalkan dzikir.

Toleransi Islam

"Kita perlu mempertanyakan konsep kerukunan umat beragama yang digembar-gemborkan, karena dalam kenyataannya hanya Islam yang memiliki ajaran toleransi. Dan ajaran Islam inilah yang kemudian kita rasakan dijadikan senjata untuk memukul umat Islam," lanjut Syuhada Bahri.

Bila umat Islam mayoritas di suatu daerah, maka umat lain di daerah itu dijamin aman. Namun, tidak demikian bila sebaliknya. Contohnya di pulau-pulau tertentu, umat Islam yang minoritas diperlakukan secara diskriminatif. Fasilitas untuk mereka seperti sarana ibadah masjid, tidak dibangunkan meskipun anggarannya ada. Atau kalaupun direalisasikan, sangat lambat. Bahkan umat Islam dipaksa mengikuti ritual kaum non-Islam.

Di Mentawai misalnya, ada seorang guru senior yang kariernya mentok jadi wakil kepala sekolah. Sedang jabatan kepala sekolah diberikan kepada guru yuniornya. Yang jadi penyebab, wakil kepala sekolah itu seorang muslim dan koordinator da’i Dewan Da’wah setempat.

Konflik umat beragama di Ciketing, Bekasi, juga menjadikan umat Islam sebagai sasaran tuduhan intoleran. Padahal, kata Ustadz Syuhada, pihak lain lah yang melanggar aturan main pembangunan rumah ibadah dan kemudian memprovokasi umat Islam di sana.
Namun, Ustadz Syuhada Bahri mengingatkan, justru berbagai tantangan itulah yang menghidupkan da’wah. Mengutip wasiat pendiri Dewan Da’wah, M Natsir, Ustadz Yuhada mengatakan, "Kalau da’wah lurus-lurus saja, berarti ada yang harus dikoreksi dari da’wah tersebut."

Ia melanjutkan, meskipun manajemen da’wah penting dalam melaksanakan da’wah, tapi sejak awal para da’i harus bertawakal, mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. 

Syuhada mencontohkan, bagaimana kurang ahlinya Nabi Yunus berdakwah. Toh, bertahun-tahun seruan dakwahnya seperti tak berarti, sehingga Nabi Yunus sempat berniat meninggalkan umatnya. Sampai kemudian Nabi Yunus bertaubat dan kembali mendakwahi umatnya hingga hidayah datang.

Usai membuka Pelatihan Da’i yang berlangsung hingga 14 Desember, Ketua Umum Dewan Da’wah menyerahkan wakaf Al Qur’an dan bantuan sarana da’wah berupa motor kepada para da’i.

"Alhamdulillah, insya Allah motor ini akan sangat bermanfaat bagi kami dalam berdakwah," kata Luqman, da’i yang bertugas di Desa Toileleu, Kecamatan Siberut Selatan.

Rasa syukur yang sama diungkapkan Ramadhan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Padang, yang mewakili ayahandanya Ustadz Hasan Basri Pasaribu yang bertugas di Sikakap, Pagai Selatan. (nurbowo)