1. Bahwa membangun kehidupan sosial kenegaraan yang adil dan beradab memerlukan partisipasi aktif setiap warga negara, maka Pemilu yang dimaksudkan sebagai upaya melakukan perubahan kepemimpinan negara, keterlibatan warganegara yang memiliki hak pilih merupakan tuntutan konstitusional.
2. Kebutuhan akan munculnya orang‑orang yang shalih, berilmu, berakhlak mulia dan bertanggung jawab mewakili rakyat dalam pengelolaan negara-bangsa, baik sebagai eksekutif maupun legislatif merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu, perubahan ke arah yang dimaksud haruslah ditempuh melalui proses konstitusional yang jujur, bebas dari bujukan maupun janji‑janji menyesatkan dan menipu masyarakat, bersih dari manipulasi dan cara‑cara lain yang tidak bermoral dan bertentangan dengan akal sehat.
Menimbang:
1. a) Perintah Allah Swt di dalam Qs. Ali ‘Imran ayat 159 dan Qs. Asy‑Syura ayat 38, tentang kewajiban kaum muslimin untuk bermusyawarah di dalam menjalankan urusan kemasyararakatan, pemerintahan dan kenegaraan.
b) Perintah Allah Swt. di dalam Qs. An‑Nisa’ ayat 59 tentang kewajiban mentaati ulil amri dari kalangan sesama mukmin.
2. a) Larangan Allah Swt di dalam. Qs. An‑Nisa’ ayat 141 bahwa, kaum muslimin tidak boleh memberikan dominasi penguasaan non muslim terhadap umat Islam.
b) Larangan Allah Swt. di dalam Qs. Al‑Isra’ ayat 16 bahwa tidak boleh memberi peluang kepada orang‑orang yang lebih mengutamakan kepentingan duniawi dan mengabaikan penegakan hukum‑hukum Allah dan menelantarkan rakyat di dalam memimpin negara dan pemerintahan.
c) Larangan Allah Swt. di dalam Qs. Al‑Baqarah ayat 42 bahwa tidak boleh mencampur adukkan kebenaran dan kebathilan atau cara-cara kekafiran dengan cara-cara Islami dalam menjalani tata cara kehidupan di dunia ini.
3. Belum munculnya Parpol Islam yang secara terus terang dan tegas menjadikan Islam sebagai asas partainya, dengan tujuan utama dan satu-satunya adalah menegakkan syari’at Islam di lembaga negara dan pemerintahan.
4. Partisipasi sebagian besar parpol di dalam Pemilu bermaksud untuk mengukuhkan sistem Syirik, yaitu sistemdemokrasi sekuler yang memisahkan negara dan agama, atau yang tidak peduli terhadap hukum‑hukum agama dan moral.
Memperhatikan:
1. Momentum perubahan ke arah terlaksananya syari’at Islam di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selain dapat dilakukan melalui parlemen, dapat juga dilakukan di luar jalur partai politik dan parlemen, yaitu dengan mengajukan legal opinion kepada Mahkamah Konstitusi mengenai UUD ’45 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang mengamanahkan kepada negara untuk menjalankan syari’at Islam bagi umat Islam.
2. Adanya warga negara Indonesia yang bersikap skeptis, kehilangan kepercayaan terhadap partai‑partai politik yang ada, dan kinerja pemerintah yang gagal memenuhi kesejahteraan dan memperbaiki nasib rakyat.
Memutuskan:
Berdasarkan hal-hal di atas, maka menghadapi Pemilu yang akan berlangsung 9 April 2014, Majelis Mujahidin memberikan Taushiyah dan seruan kepada segenap kaum muslimin, baik yang berada di dalam ormas dan orpol Islam maupun selainnya bahwa:
1. Pada prinsipnya, Pemilu yang merupakan hak setiap warga negara yang memiliki hak pilih, adalah hal yang Mubah. Artinya, menggunakan hak pilih di dalam Pemilu Tidak Wajib, dan menghindarinya (tidak menggunakan hak pilih) Tidaklah Haram.
2. Segenap kaum muslimin, baik yang berada di dalam ormas dan orpol Islam maupun selainnya, supaya berusaha keras menghindari murka Allah, menjauhkan bencana dan malapetaka yang mengancam negeri ini dengan cara:
a) Tidak memilih partai yang memusuhi dan menolak syari’at Islam.
b) Bersatu padu memilih seorang figur pemimpin negara yang taat syari’at serta wakil rakyat di parlemen yang memiliki kemauan yang kuat untuk melaksanakan Syari’at Islam di lembaga negara demi mengharapkan keridhaan Allah, dan membangun Indonesia yang aman, damai dan sejahtera di bawah ampunan Allah Swt.
Jogjakarta, Jumadil Ula 1435 H
Ahlul Halli wal Aqdi Majelis Mujahidin
Drs. Muhammad Thalib Drs. Nashruddin Salim, S.H, M.H
Ketua