Terkait dengan kasus Ratna Nurlia Alfiandi kontestan Miss Indonesia 2015 mewakili Aceh dan Jeyskia Ayunda Sembiring kontestan Putri Indonesia 2015 mewakili Aceh yang akan dihelat pada Jumat 20 Februari 2015 seperti diberitakan oleh Serambi Indonesia (Rabu,18/2/2015), maka Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh memberi sikap dan tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Acara kontes Miss Indonesia dan Putri Indonesia tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Acara ini merupakan ajang maksiat dengan mempertontonkan aurat dan mengeksploitasi wanita. Islam telah melindungi dan menempatkan wanita sebagai posisi yang mulia. Acara maksiat ini justru merendahkan martabat dan harga diri wanita. Selain itu, acara ini tidak sesuai dengan budaya dan local wisdom di Aceh.
Kedua: Mengecam tindakan Ratna Nurlia Alfiandini (model kelahiran Surabaya berdarah Aceh) dan Jeyskia Ayunda Sembiring yang mengaku dan mengatasnamakan dari Aceh dalam mengikuti acara maksiat ini. Padahal pemerintah dan masyarakat Aceh tidak mengirim peserta untuk ajang maksiat ini, bahkan tidak ridha menyebutkan diri mereka dari Aceh untuk ikut ajang maksiat ini. Ini jelas tindakan pembohongan publik dan pencatutan nama Aceh.
Ketiga: Meminta kepada keduanya untuk mengundurkan diri dari acara ini dan meminta maaf kepada masyarakat Aceh atas kesalahan mereka tersebut yang telah mencemarkan nama Aceh.
Keempat: Meminta kepada pemerintah Aceh utk memberi sanksi yang tegas kepada kedua peserta acara maksiat ini, karena tindakan keduanya ini merugikan dan mencemarkan nama baik Aceh sebagai negeri syariat. Terlebih lagi keduanya telah melakukan pencatutan nama Aceh dan pembohongan publik dengan mengatasnamakan peserta mewakili dari Aceh dalam acara maksiat ini.
Kelima: Meminta kepada pemerintah dan masyarakat Aceh untuk senantiasa mengawal syariat Islam di Aceh dan menjaga nama baik Aceh sebagai negeri syariat dan Serambi Mekkah. Pemerintah Aceh diharapkan serius dan komit terhadap penegakan syariat Islam termasuk melarang acara maksiat seperti ini. Sudah beberapa kali kontestan mewakili Aceh ikut meramaikan acara maksiat tersebut. Kasus ini terus berulang setiap tahunnya. Maka diharapkan ketegasan pemerintah Aceh dalam melarang orang Aceh mengikuti acara maksiat ini.
Keenam: Meminta kepada pihak penyelenggara, Miss Indonesia dan Putri Indonesia, untuk menghormati syariat Islam dan Aceh sebagai negeri syariat dan Serambi Mekkah dengan tidak mengundang dan menerima peserta dari Aceh atau tidak mencantumkan nama Aceh, karena pemerintah dan masyarakat Aceh tidak ridha mengikuti acara yang bertentangan dengan syariat Islam ini. Pemerintah dan masyarakat Aceh berkomitmen untuk menjalankan syariat Islam di Aceh. Maka jangan mencemarkan nama Aceh dengan ajang maksiat ini.
Ketujuh: Meminta kepada pemerintah pusat untuk melarang acara Miss Indonesia, Putri Indonesia dan kontes kecantikan sejenisnya. Acara tersebut tidak sesuai dgn kepribadian bangsa Indonesia dan menghancurkan moral bangsa Indonesia. Acara tersebut sangat bertentangan dengan agama, moral dan Pancasila.
Umat Islam dan rakyat Indonesia yang masih punya moral patut kecewa dan menyanyangkan sikap pemerintah pusat yang tidak peduli terhadap persoalan moral ini dan tidak melarang acara maksiat tersebut. Selama ini, acara seperti itu terus terjadi setiap tahunnya. Di manakah hati nurani dan tanggungjawab pemimpin bangsa ini?
Demikian tanggapan MIUMI Aceh. Semoga kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah Swt dan dijaga dari kemaksiatan.
Billahittaufik wal hidayah
Wassalam
Ketua MIUMI Aceh
Muhammad Yusran Hadi, Lc,MA