PUI Minta Pemerintah Tak Ragu Bubarkan Ahmadiyah

JAKARTA; Persatuan Ummat Islam (PUI) menyatakan Pemerintah tak boleh ragu-ragu lagi untuk membubarkan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Namun PUI mengingatkan agar semua pihak, sejalan dengan momentum bulan puasa sekarang ini, untuk menahan diri dari tindakan kekerasan dan semena-mena terhadap jamaah Ahmadiyah dan aset yang mereka miliki seperti masjid dan musalla, sambil menunggu keputusan final yang akan dikeluarkan Pemerintah mengenai pembubaran Ahmadiyah itu selepas Lebaran.

"Ahmadiyah jelas-jelas sesat, tapi warga jamaah Ahmadiyah tetap saudara kita juga," kata H. Nurhasan Zaidi, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) PUI, di Jakarta, Rabu (01/09/2010). Nurhasan yang juga anggota DPR-RI ini menyayangkan aksi massa yang beramai-ramai menutup tempat ibadah jamaah Ahmadiyah di Pekanbaru, Selasa (31/8/2010). Ia mengingatkan, aksi seperti itu bisa-bisa dijadikan alasan oleh sebagian pihak untuk mencegah pembubaran Ahmadiyah.

Rencana Pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah sebagaimana ditegaskan Menteri Agama Suryadharma Ali di DPR, Senin lalu, tak boleh diganggu oleh tindakan dan aksi-aksi kekerasan. PUI memantau, sejumlah pihak sengaja memanfaatkan isu-isu hak asasi manusia (HAM) seperti itu untuk menolak rencana pembubaran Ahmadiyah. Padahal, alasan pembubaran Ahmadiyah lebih menyangkut masalah penegakan akidah Islamiyah, dan sama sekali tak terkait dengan persoalan HAM.

Sebelum ini Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, Ahmadiyah akan segera dibubarkan dengan alasan ajarannya, terutama menyangkut keyakinan soal Nabi Muhammad dan Al-Quran, terbukti menyimpang dari ajaran Islam. Ahmadiyah hingga kini tetap mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan menggunakan buku Tadzkirah sebagai kitab suci menggantikan Al-Quran. "Ahmadiyah mengaku bagian dari Islam, tapi malah merusak akidah Islam. Apakah penyimpangan demikian ada hubungannya dengan soal HAM?" tegas Nurhasan Zaidi.

Proses pembenahan terhadap Ahmadiyah, aliran yang telah berkembang di Indonesia sejak 1925, sebenarnya sudah lama dilakukan. Terakhir pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, yang isinya memberi peringatan keras serta memerintahan agar warga Ahmadiyah menghentikan perbuatannya menyimpangkan ajaran Islam tadi. Pada 14 Januari 2008, Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) pun membuat 12 butir penjelasan, termasuk kehendak menaati perintah SKB tersebut.

Tapi ternyata, menurut pantauan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) selama tiga bulan, Ahmadiyah tidak menjalankan ke-12 butir kesepakatannya secara konsisten dan bertanggungjawab seperti yang dijanjikan. Pemantauan Bakor Pakem terhadap Ahmadiyah dilakukan di 33 Kabupaten, melibatkan 55 komunitas Ahmadiyah dan 277 warga Ahmadiyah. Hasilnya, mereka tetap mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan menggunakan Tadzkirah sebagai kitab suci menggantikan Al-Quran.

Nurhasan Zaidi mengakui betapa alotnya upaya membubarkan aliran Ahmadiyah selama ini, apalagi organisasi keagamaan ini telah berkembang di 102 negara. Namun perlu dicatat, Pakistan sendiri sebagai tempat kelahiran Ahmadiyah telah lama melarang dan menetapkannya sebagai paham di luar Islam, serta mencap pengikutnya sebagai non-Muslim. Pemerintah Arab Saudi pun melarang warga Ahmadiyah naik haji karena menganggap mereka non-Muslim. Sebanyak enam puluh negara telah melarang Ahmadiyah, termasuk Malaysia. "Moga-moga Pemerintah Indonesia segera bersikap sama. Tak perlu khawatir dianggap melanggar HAM," tegas Nurhasan.

Jakarta,

Dewan Pengurus Pusat
PERSATUAN UMMAT ISLAM (PUI)

H. Nurhasan Zaidi
Ketua Umum

CP : 08129988114 (Nurhasan Zaidi)