Di era hiperkompetisi seperti sekarang ini, konsumen makin bersikap menuntut yang terbaik untuk dirinya. Selain itu, konsumen juga ingin dimengerti dan diperhatikan, lebih dari biasanya. Peranan konsumen semakin sentral dalam pemasaran brand. Untuk menyikapi perubahan perilaku konsumen tersebut perusahaan masa kini harus lebih berorientasi kepada konsumen, lebih proaktif dan meningkatkan sinergi dalam organisasinya.
Ethnography pemasaran adalah sebuah pendekatan riset kontemporer yang membantu memperoleh consumer insights secara lebih nyata dan mendalam. Dengan membudayakan consumer insights dalam jajaran organisasinya, ini merupakan sebuah upaya bagi perusahaan untuk memperoleh sustainable competitive advantage (SCA) – kelebihan dibanding pesaing yang lebih lekang sifatnya.
Dalam kondisi pasar yang demikian kompleks, dimana banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sesuatu tidak bisa dikuantifikasi begitu saja, pengetahuan secara kualitatif tentang pasar yang lebih mendalam mulai dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Ini sejalur dengan pandangan bahwa pemasaran adalah gabungan antara ilmu (science) dan seni (art). Consumer Insights adalah bagian utama dari seni tersebut! Intinya, berpikir secara kreatif dan lebih luas dari menterjemahkan data secara kuantitatif. Menggali sesuatu yang tidak tampak di permukaan.
Banyak contoh lahirnya ide produk baru dan ide komunikasi iklan yang berhasil, karena kekuatan Consumer Insights yang insightful. Contohnya adalah pengembangan produk dan komunikasi iklan iPod dan produk-produk Apple lainnya.
Seorang ethnographer bertugas membantu perusahaan membaca dinamika yang terjadi di dalam kehidupan konsumen yang berhubungan dengan produk. Melihat dari dekat pengalaman mereka berinteraksi dengan produk. Menyelami dan memahami secara mendalam bagaimana peranan produk dalam habitat asli konsumennya.
Saat ini pressure untuk melakukan studi ethnography di perusahaan makin tinggi dengan makin menurunnya kepercayaan terhadap efektifitas riset melalui metode konvensional seperti focus group discussion, survey, consumer panel, dll. Sebagai contoh, metode focus group discussion yang begitu populer, mulai dipertanyakan karena hasilnya yang cenderung permukaan. Salah satu kendalanya adalah dominasi dari satu atau dua responden yang mengganggu dinamika diskusi.
Selain itu, some brand experience are just too difficult to be expressed. Sedangkan goal of ethnography research adalah to capture the telling moments that reveal what consumers actually do with products, rather than what they say they do.
Studi ethnography adalah studi kualitatif yang dilakukan dengan kombinasi berbagai teknik riset, akan membantu menjelaskan informasi numerik dengan cerita yang lebih bermakna tentang keseharian konsumennya. Ethnography menghasilkan peta persepsi konsumen yang berdimensi. Sebelum mendisain sebuah survey, sebuah studi ethnography holistik tentang stakeholder perusahaan dan berbagai interaksinya dengan produk, perlu dilakukan terlebih dahulu. Hasil ethnography ini diharapkan dapat membuka mata, telinga dan tentu saja ‘hati’ para pengambil keputusan. Survey, sebagai studi lanjutan, akan memberikan sentuhan akhir sebagai konfirmasi berbagai temuan.
Dalam mencari fakta-fakta, ethnographer harus mencari benang merah cerita satu dengan cerita lainnya. Menghubungkan titik satu dengan titik lainnya, menyambung elemen-elemen yang terlibat dalam gambar besar peranan produk dalam setting yang sebenarnya. Merajut temuan-temuan berupa insights bermakna ini merupakan tantangan tersendiri. Menjelaskan kepada pemilik produk/brand, sebuah peta multi-dimensi tentang perilaku konsumen, ‘just the way they are’. Menajamkan gambar-gambar kabur yang tidak terkuak pada saat yang dilakukan oleh perusahaan hanyalah riset permukaan yang telah meredam berlapis-lapis consumer insights yang berharga.
Ethnographer masuk menceburkan diri dalam sebuah lingkungan yang bergerak secara alamiah yang penuh dimensi. Bertemu, mengamati langsung dan berinteraksi dengan aktor utama dan aktor pendukung sebuah episode cerita tentang produk dalam sebuah kehidupan nyata.
Seperti sebuah puzzle, potongan gambar yang dikumpulkan oleh para ethnographer, mewakili berbagai dimensi perilaku stakeholder. Bisa kita bandingkan beda ketajaman kualitas gambar puzzle yang disusun dari potongan 100 pieces dengan kualitas gambar puzzle yang terdiri dari 1000 pieces. Semakin banyak potongan gambar, semakin terang dan jelas insights yang dipancarkannya.
Ethnography dalam konteks pemasaran merupakan hot topic- pendekatan riset kontemporer yang banyak dibahas di Indonesia belakangan ini. Sudah banyak buku yang membahas berbagai macam riset kualitatif, tetapi hanya sedikit buku yang tersedia di Indonesia yang memaparkan riset ethnography.
Riset ethnography sudah banyak dilakukan di perusahaan multinational fast moving consumer goods (FMCG) dan mulai dilakukan oleh perusahaan lokal. Masih banyak pertanyaan dan keraguan pada diri pemasar tentang metode baru ini. Buku “Consumer Insights via Ethnography’ ini akan membantu pemasar menambah wawasan sekaligus memberikan contoh teknik dan studi kasus bagaimana riset ini dijalankan.
Tentang Penulis : Amalia E. Maulana
Amalia E. Maulana is a brand consultant and ethnographer. She is the founder and Director of ETNOMARK Consulting, an ethnography marketing solutions company. She obtained her PhD from the School of Marketing, University of New South Wales, Australia in 2006. Her MBA was earned from IPMI/Monash Mt.Eliza Business School in 1995.
She has over 12 years experience as a marketing practitioner in several multinational consumer goods companies, including PT Friesche Vlag Indonesia and PT Unilever Indonesia.
Her 10-year teaching experience began in 1998 as a Faculty Member at IPMI. She worked as an Associate Lecturer at the School of Marketing, UNSW, Australia (2001-2004). Currently, she teaches in the postgraduate program at London School of Public Relations (LSPR), Binus Business School and IPMI Business School, Jakarta.
Amalia is also known as a columnist for several business publications such as SWA, Mix, Warta Ekonomi, Investor, Eksekutif, The Jakarta Post and Bisnis Indonesia.
Visit www.amaliamaulana.com