Menjemput Keluarga Gaza Ke Indonesia

Oleh: Umarulfaruq Abubakar. (Relawan BSMI sekaligus aktivis Studi Informasi Alam Islami di Mesir dan PR Rafii Groups)

Alhamdulilah, akhirnya keluarga Dr. Moin Al-Shurafa tiba di Indonesia dengan selamat pada hari Senin (27/6/11). Setelah berpisah selama sekitar sepuluh bulan, kini keluarga Palestina asal Gaza itu dapat berkumpul bersama di Indonesia. Dr. Moin, penerima beasiswa kedokteran ahli melalui Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), segera bergegas menemui istrinya: Samâh, dan ketiga putrinya: Aya (7 tahun), Zaina (4 tahun), dan Mariam (1 tahun 10 bulan) ketika mereka keluar dari pintu kedatangan di terminal D, Bandara Soekarno-Hatta. Suasana bahagia pun meliputi keluarga Al-Shurafa.

Upaya untuk mendatangkan anak-istri dokter dari Gaza yang sedang menjalani pendidikan spesialis Anestasi di UGM ini telah dilakukan sejak lama dan baru saat ini bisa diwujudkan. Sejak pengurusan visa di Mesir dan di Indonesia, usaha menembus perbatasan Rafah, dan pernak pernik di Kairo menjadi kisah yang tidak dapat dilupakan.

***

BSMI telah berupaya membangung capacity building untuk rakyat Palestina dengan meyekolahkan dua dokter umum Palestina, Dr. Ameen Al Annajhwa dan Dr. Moin Al Shurafa. Kedatangan mereka ke Indonesia bersamaan dengan kedatangan relawan BSMI usai menyalurkan bantuan medis dan logistik langsung ke wilayah Gaza pada Juli 2010. Saat itu, Dr. Ameen mampu memboyong istri dan ketiga anaknya ke Indonesia Kini, mereka telah terdaftar sebagai mahasiwa kedokteran spesialis di UI dan UGM mengambil spesialis bedah syaraf dan anatesi.

Setelah mendapatkan visa untuk tinggal di Kairo dan di Indonesia, Madam Samâh dan ketiga anaknya yang ditemani oleh bibinya, Madam Raidah, berangkat dari Gaza menuju gerbang Rafah pada pukul 04.00 dini hari. Mereka mesti datang lebih cepat karena masih harus mengurus beberapa administrasi dan agar bisa mendapatkan izin untuk keluar. Maklum, setiap hari hanya dizinkan 200 orang warga yang bisa melewati gerbang tersebut.

Dua puluh jam menunggu, sampai lebih pkl. 12.00 malam, ternyata mereka masih belum mendapatkan izin. Akhirnya mereka kembali lagi ke rumah di Gaza. Besok pagi, mereka kembali ke Gerbang Rafah dan terus menunggu sampai izin keluar itu tiba. Pukul 12.00 siang baru mereka dizinkan keluar dan segera meluncur menuju Kairo dengan menggunakan taksi.

Begitu mereka keluar, saya langsung dihubungi oleh Madam Raidah via telepon untuk memberitahukan kalau mereka sedang menuju Kairo. Rafah-Kairo yang berjarak 354 km ini biasanya ditempuh dalam waktu 5-6 jam. Saya juga dihubugi oleh Dr. Moin dari Indonesia yang isinya hampir sama yaitu pemberitahuan kalau kelurganya dalam perjalanan dan minta untuk dijaga. "Keluargaku adalah keluargamu," ujar Dr. Moin dalam Bahasa Indonesia yang sudah fasih untuk ukuran orang arab.

Sekitar pukul. 17.33, mereka tiba di Kairo. Tepatnya di depan City Center, di kawasan Makram Abid Nasr City. Saya segera menjemput dan membawa mereka ke Hotel Wisma Nusantara sebagai tempat tinggal mereka selama di Kairo. Sesuai tanggal yang ada di tiket, mereka akan terbang ke Indonesia pada hari Ahad, pukul 13.00, dengan menggunakan Pesawat Singapore Airlines. Waktu dua hari berada di Kairo mereka manfaatkan sebaik-baiknya

Hari Kamis (24/6), Madam Raidah, yang sebelumnya sudah pernah ke Kairo, mengajak Samâh dan anak-anaknya untuk tamasya di Qanathir yang berada di kawasan Qalyubiyah. Hari Sabtu (25/6), Madam Raidah mengajak mereka ke Pasar Khan El-Khalili di kawasan Hussen-Kairo, untuk membeli sedikit oleh-oleh untuk sang ayah yang tak sabar menanti di Indonesia.

Hari Ahad (26/6), penumpang harus berada di airport Kairo paling lambat jam 11.00 siang untuk melakukan chek-in. Namun hari itu masih ada urusan yang belum selesai, yaitu mendapatkan Surat Keterangan dari Kedutaan Palestina kepada Kedutaan Indonesia yang berisi pemberitahuan adanya warga negara Palestina yang hendak ke Indonesia.

Surat Keterangan ini diminta oleh pihak konsuler KBRI Kairo sebagai salah satu persyaratan keluarnya visa tinggal di Indonesia. Pengurusan surat ini sebenarnya sudah lama dilakukan namun pihak kedutaan Palestina belum bisa mengeluarkannya sampai mereka bertemu langsung dengan warga mereka yang akan ke Indonesia tersebut.

Untuk pengurusan visa, tempat tinggal, pemberangkatan dari Palestina ke Indonesia, BSMI meminta kepada pihak Rafii Groups, agen travel di Mesir, untuk menangani hal tersebut. Sementara itu H. Arafi Mughni, Direktur Rafii Groups, mempercayakan kepada saya untuk menemani perjalanan mereka dari Mesir ke Indonesia.

Dalam rencana awal, Samâh dan keluarga diperkirakan tiba di Kairo pada hari Rabu (22/6), sehingga hari Kamis (23/6) bisa mengurus surat tersebut. Namun karena belum mendapat izin, mereka baru tiba di Kairo pada Hari Kamis sore. Hari Jumat dan Sabtu kedutaan tutup. Sementara Hari Ahad (26/6) mereka sudah harus terbang ke Indonesia. Maka tidak ada cara lain selain berangkat ke Kedutaan Palestina dulu sebelum ke Bandara.

Kedutaan biasanya buka pkl. 08.00 pagi. Jarak antara Wisma Nusantara yang berada di kawasan Rab’ah el Adawea ada sekitar satu jam dan jarak kedutaan ke Bandara ada sekitar 1.5 jam perjalanan mobil. Itu untuk ukuran normal. Belum ditambah dengan kemacetan lalu lintas yang biasanya sangat padat. Semoga saja urusan di kedutaan tidak ribet agar surat tersebut bisa segera keluar

Walhasil, Alhamdulillah surat tersebut bisa kami dapatkan sekitar pkl. 10.15. Waktu untuk ke Bandara seakan tidak cukup. Kami harus berada di sana pkl. 11.00. Namun berkat rahmat Allah, mobil kami dibawah kemudi H. Taryudi (Direktur SINAI) bisa melaju tanpa hambatan mengambil jalan lingkar luar Kairo. Kami pun tiba di Bandara dan bisa melalui seluruh proses persiapan penerbangan dengan lancar.

Perjalanan jauh dengan membawa tiga orang anak yang masih belia ternyata tidak mudah. Perlu kesabaran dan pengendalian emosi tingkat tinggi. Madam Samâh saya lihat jarang beristirahat dan hampir tidak tidur selama dalam perjalanan dan sekitar tiga belas jam berada dalam pesawat. Sebab ketiga anaknya; Aya, Zaina, dan Mariam tidak mau diam, selalu bergerak dengan aktif dan atraktif. Mereka baru bisa diam ketika tertidur.

Suara tangisan Mariam sering memecah keheningan dan kegelapan malam di dalam pesawat saat perjalanan Kairo-Singapura. Aya dan Zaina berjalan bolak balik di pesawat. Zaina bahkan sempat hilang di Bandara Singapura. Ketika semua berada di ruang tunggu, dia malah jalan-jalan. Sampai akhirnya ibunya bingung karena setelah ditunggu sekian lama, sang anak nomor dua itu tak kunjung kembali. Kami pun mencari-cari di sekitar ruang runggu Bandara Singapura yang luas itu.

Setelah sekian lama mencari, kami segera melapor ke pusat informasi. Ternyata Zaina sudah berada di situ sambil menangis tersedu-sedu. "Udah…udah… jangan menangis lagi" kata Samâh dalam Bahasa Arab dengan dialek Palestina, "jangan jauh-jauh dari mama ya.." sambil menggandeng tangan Zaina. Hanya beberapa menit suasana sedih itu berlangsung. Setelah itu Zaina, Aya, dan Mariam sudah kembali berlari-lari lagi dengan ceria.

Ada sedikit gangguan cuaca dalam perjalanan Singapura-Indonesia. Beberapa kali pilot pesawat mengumumkan buruknya cuaca dan meminta penumpang untuk tetap berada di tempat dan menggunakan sabuk pengaman. Ini barangkali yang membuat pesawat agak sedikit terlambat mendarat dari waktu yang sudah ditentukan.

Tiba di Indonesia, saya dan keluarga Samah menjadi penumpang yang keluar paling terakhir. Sebab Sang Ibu harus mendiamkan Mariam yang menangis dengan keras. Saat antrian pun berada di barisan paling belakang.

Kami langsung keluar Bandara setelah sebelumnya membereskan barang-barang. Tiba di pintu, kami langsung dijemput oleh Dr. Moin yang ditemani oleh Muhammad Rudi (Sekjen BSMI) dan Syekh Abdul Qadir.

Dari Bandara, Dr. Moin dan keluarga dibawa menuju Hotel Bidakara Pancoran. Sesuai rencana mereka akan ditempatkan di hotel tersebut sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta pada keesokan harinya. Dr. Moin sudah menempati rumah tinggal yang letaknya tidak jauh dari UGM, tempat ia kuliah. Saya sendiri ikut menuju hotel dan tidak lama setelah itu langsung menuju kantor BSMI.

Seusai Maghrib, Senin (27/6), pengurus BSMI mengadakan silaturrahmi dan ramah tamah di restoran Hotel Bidakara dengan keluarga Dr. Moin Al Shuarafa dan Dr. Amin Al Annawajha. Hadir pada kesempatan tersebut Dr. Basuki Supartono, SpOT, FICS, MARS (Pembina/Pengawas BSMI), Dr. Prita Kusumamingsih, SpOG (Bendahara Umum BSMI), Muhammad Rudi (Sekjen BSMI) dan sejumlah pengurus BSMI lainnya. Pada acara ramah tamah ini saya diminta untuk menjadi penerjemah.

Dalam sambutannya, Dr. Basuki menyampaikan selamat ucapan selamat datang kepada keluaga Dr. Muin di Bumi Nusantara, Indonesia. Dr. Basuki juga memperkenalkan satu persatu pengurus BSMI yang hadir pada kesempatan tersebut. Beliau berharap kehadiran keluarga dapat membantu proses pendidikan sehingga bisa berjalan dengan lancar dan turut memberikan dukungan terhadap program BSMI. "Semoga keluarga Dr. Moin yang baru datang senang berada di Indonesia, semua berjalan seperti yang diharapkan dan mendapatkan berkah dari Allah" ungkap Dr. Basuki.

Sementara Dr. Prita Kusumaningsih, SpOG menyampaikan bahwa Samâh dan keluarga masih harus melanjutkan perjalanan lagi ke Yogyakarta yang berada 300 km dari Jakarta. Dr. Prita berharap agar Samâh dan anak-anak bisa cepat beradaptasi dengan kebudayaan yang ada semuanya bisa berjalan lancar.

Suasana penuh keakraban dan kekeluargaan itu ditutup dengan acara salam-salaman dan foto bersama. Hari Selasa, 28/6/2011, Dr. Moin dan keluarga terbang ke Yogyakarta.

Kalau dulu, Dr. Muin merasa gelisah ketika berada di Indonesia dan ingin kembali ke Palestina, kini dengan keberadaan anak dan istrinya, ia merasa lebih betah dan bahagia. "Mau 5,7, atau 10 tahun di Indonesia pun, terserah," ujar Dr. Moin. (umr)

***

Kantor Pusat Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI)
Jl. Dewi Sartika No. 19, Cililitan Jakarta Timur 13640 Indonesia
Phone: (+6221) 80876527
Fax: (+6221) 80876527
e-mail: [email protected][email protected][email protected]
website: www.bsmi.or.id