Jakarta—Buku-buku pelajaran Sejarah yang beredar di Indonesia rupanya telah menghilangkan secara sengaja nama-nama ulama dan sebagian umat Islam dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Akibatnya, telah terjadi deislamisasi dalam sejarah Indonesia.
Dalam diskusi buku Api Sejarah yang digelar Salamadani, penulis buku tersebut yang juga sejarawan, Mansur Suryanegara mengatakan bahwa Indonesia akan menghadapi krisis otoritas budaya karena generasi muda Indonesia tak lagi mengenal budaya, bahasa, dan sejarah negerinya sendiri. “Lihat saja dari arsitektur bangunan, banyak salib yang disamarkan pada tiang-tiang gedung, contohnya di gedung pemda Tangerang, dan bangunan-bangunan lain yang bergaya Belanda,” ujar Mansur yang juga menyandang gelar profesor dalam bidang sejarah.
Buku Api Sejarah karya Mansur ini cukup tebal (584 halaman) dan ketebalan itu terbayar dengan informasi dan kronologis yang lengkap dalam buku itu. Api Sejarah berisi empat bab dari masuknya Islam ke nusantara hingga masa pemerintahan Orde Baru. Buku ini akan dibuat dua jilid dan jilid kedua yang akan membicarakan sekelumit tentang SBY, rencananya akan diluncurkan pada awal tahun 2010.
Mansur mengakui, usaha mengembalikan sejarah yang tidak mengesampingkan peran ulama tidaklah semudah membalik tangan. “Kita sama-sama mengetahui siapa yang menguasai pasar dunia?! Padahal, dahulu, pasar itu dikuasai Islam dan pasar adalah pusat penyebaran agama selain sebagai pusat ekonomi. Dulu Rasulullah saw melakukan hal itu, Abdurrahman bin Auf juga sama. Oleh karena itu, penguasaan pasar sangat penting,” ungkap Mansur di sela-sela diskusi buku Api Sejarah di Gramedia Matraman, Rabu (4/11/09).
Selain pasar, Mansur juga menyinggung soal peran media dan pemerintah dalam mensejarahkan bangsa. “Pemerintah harus berani untuk lebih memperhatikan masalah sejarah. Begitu juga dengan media, upaya pengenalan sejarah kepada masyarakat harus dilakukan berulang-ulang (kontinyu),” tutur Mansur.
Mansur menambahkan upaya pemerintah mengenalkan sejarah lewat patung-patung yang bertebaran di sejumlah sudut kota tidaklah efektif.
“Patung-patung itu tidak mendidik,” keluh Mansur.
Prof. Ahmad Mansur Suryanegara memang ahli sejarawan Islam dan dikenal lantang memaparkan peranan ulama dan umat Islam dalam sejarah bangsa Indonesia, utamanya dalam pergerakan nasional. Misalnya, dalam buku Api Sejarah, yang digarap selama 3,5 tahun, Mansur menyebutkan mengapa Hari Lahir Boedi Oetomo ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional padahal menurut MR. AK. Pringgodigdo dalam buku Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia, Boedi Oetomo dalam Kongres di Surakarta pada 1928 menolak cita-cita persatuan.Selain informasi tersebut, banyak tulisan lain yang menonjolkan peran umat Islam dan beberapa pahlawan muslim yang sering disalahtuliskan dalam buku-buku sejarah. Tentu saja, kehadiran buku ini dapat menjadi pencerahan bagi masyarakat bahwa Islam berperan penting dalam sejarah kemerdekaan dan pergerakan nasional Indonesia.(Ind)