Kisruh Transportasi Haji, DPR Bentuk TPF

 

Nyata-nyata biaya haji sudah sedemikian melambung tinggi, tapi manajemen haji dari Departemen Agama tak berbanding lurus dengan dana yang menggelembung tersebut. Salah satunya adalah morat-marit transportasi jamaah haji untuk menjangkau Mekkah al-Mukarramah.

Banyaknya keluhan terkait transportasi untuk jamaah haji yang tinggal jauh dari Mekkah membuat Komisi VIII DPR RI membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Menurut Gondo Radityo Gambiro, atau lebih akrab dipanggil dengan Dudi, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, akibat sulitnya transportasi lokal ini menyebabkan banyak jamaah haji membatalkan diri untuk beribadah di Baitullah. Dudi, yang juga Ketua Tim Pemantau Haji dari DPR mendapat laporan dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di tiga wilayah kerja, yaitu Jeddah, Mekkah, dan Madinah. PPIH melaporkan telah menyiapkan 315 bus yang beroperasi untuk mengangkut jamaah haji, tapi pada kenyataannya, bus yang beroperasi tidak sebanyak itu.

Kenyataan ini tidak mencerminkan hasil pertemuan DPR RI dengan Departemen Agama yang menyepakati anggaran Rp11 milyar untuk menyewa 647 bus. Dudi sebagai wakil DPR berang atas kondisi tersebut.
"Namun kenyataannya, PPIH tidak menyewa 647 bus, tapi 315 bus. Meski demikian, jumlah yang minim itu pun tidak beroperasi semua, tapi jumlah itu dioperasikan jika jemaah telah mencapai puncaknya," ujar Dudi.

Selain jumlah bus yang tidak sesuai dengan rencana, PPIH juga menjanjikan setiap bus diawaki oleh dua supir sehingga bus dapat beroperasi selama 24 jam, tapi kenyataannya, bus hanya beroperasi selama 4 jam per hari dan supir bus pun sering menghilang sehingga jamaah telantar.

Komisi VIII DPR RI juga meributkan masalah perumahan yang layak bagi para jamaah haji. DPR menilai, peluang para jamaah untuk menempati perumahan di Ring I sangat terbuka tapi manajemen Departemen Agama tidak baik sehingga posisi tawar Indonesia lemah di mata masyarakat Arab.
"Kita mengakui, pengadaan perumahan di Mekah menganut sistem pasar, artinya siapa pun yang berani membayar lebih akan mendapatkan perumahan yang baik. Padahal, panitia haji tidak pernah nggak punya uang. Uang ada, mestinya PPIH gagah di depan pasar sehingga bisa mendapatkan tempat tinggal yang bagus," ungkap Dudi geram.
Dudi juga mempersoalkan permintaan anggaran Depag yang tinggi, yaitu RS 4.000 per jamaah untuk tinggal di Ring I.
"Persoalannya, apakah harga penginapan di Ring I sebesar itu? Harus dilakukan pengecekan ulang. Memang DPR menyetujui anggaran perumahan dengan plafon RS 2.500. Namun pemerintah kemudian memberikan subsidi RS 500. Dengan demikian, PPIH mempunyai uang RS 3.000 per jamaah," kata Dudi.

Sungguh sangat memprihatinkan bagaimana pemerintah kita mengurus masalah haji ini, padahal soal urus-mengurus haji telah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun. Melihat permasalahan ini,adakah perbaikan dalam manajemen haji pada tahun-tahun mendatang? (Ind/depag)