Januari 2013 ini publik dihentak dengan penangkapan artis Raffi Ahmad bersama rekan-rekannya oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) . Penangkapan ini menambah panjang daftar kasus narkoba yang menjerat kalangan artis.
Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menggerebek rumah Raffi Ahmad di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Ahad (27/1). Raffi bersama 16 lainnya diciduk saat diduga sedang pesta narkoba. (metrotvnews.com, 27/1/2013)
Meski sosialisasi tentang bahaya narkoba terus digalakkan, penangkapan pelaku narkoba terus digencarkan, namun peredaran narkoba di negeri ini seperti tidak ada habisnya. Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Eko Bayuseno mengungkapkan, tahun 2011 terjadi 4.817 kasus narkoba dan tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 4.836 kasus yang terjadi. (merdeka.com, 03/01/2013)
Jika diperhatikan, makin akutnya kejahatan narkoba, disebabkan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang lemah serta hukuman yang tidak memberikan efek jera. Adanya wacana pemakai narkoba tidak akan dikriminalkan bisa kita dapati dari pernyataan Ibu Negara Ani Yudhoyono pada tahun 2010. Beliau menyatakan sebaiknya pengguna narkoba tidak diperlakukan sebagai kriminal. Yang terjerumus menggunakan narkoba dibimbing dan ditempatkan di pusat rehabilitasi. Sedangkan bagi pengedar narkoba, Ani Yudhoyono menyatakan dukungan jika ditempatkan di penjara sebagai efek jeranya. (hidayatullah.com, 31/1/2010)
Pendapat serupa juga datang dari Kepala Humas BNN Kombes Sumirat Dwiyanto, beliau menghimbau kepada penyalahguna narkoba untuk segera melapor bila dirinya menjadi korban. Jangan tunggu ditangkap karena hal ini dijamin oleh Undang-undang No. 35/2009 tentang Narkotika dan PP No 25/2011 dimana mereka yang dinyatakan sebagai korban penyalahgunaan narkotika memiliki hak untuk disembuhkan dengan jalan rehabilitasi.
Selain itu, hak untuk mendapatkan pemulihan juga dikuatkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 3/2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Rehabilitasi. (news.detik.com, 28/01/2013)
Dari fakta di atas bisa kita tarik satu kesimpulan bahwa hanya podusen dan pengedar yang dikriminalkan, sementara pengguna –yang jelas-jelas menggunakan narkoba- justru dianggap bukan pelaku kriminal. Sungguh sangat rancu, karena jelas sikap tersebut terkategori sebagai tindakan penyalahgunaan narkoba. Kita juga tidak boleh melupakan bahwa tidak mungkin akan ada penawaran jika tidak ada permintaan. Bukankah mengkonsumsi narkoba merupakan satu aktivitas yang dikerjakan dengan penuh kesadaran? Lantas, dari sisi mana mereka pantas menyandang predikat sebagai korban?
Wacana ini justru bisa melenakan sampai akhirnya melunturkan rasa takut para pemakai narkoba, sebab mereka tidak akan dianggap sebagai pelaku kriminal. Mereka merasa dibela, dilindungi dengan wacana tersebut.
Hal ini dipertegas oleh Sumirat, “Mereka yang melapor tentu tidak akan dipenjara, tapi diobati. Dan seluruh biayanya ditanggung pemerintah.” (news.detik.com, 28/01/2013)
Tidak hanya itu efek wacana ini juga mempengaruhi opini di tengah-tengah masyarakat. Mereka banyak memberikan empati terhadap para pengguna narkoba yang mereka anggap sebagai korban. Seperti contoh untuk kasus narkoba dari artis Raffi Ahmad sendiri, berbagai komentar bermunculan di laman jejaring sosial Twitter setelah Raffi Ahmad dikabarkan ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Minggu (27/1) pukul 06.00 WIB di Kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan.
Di antara komentar tersebut banyak yang menyayangkan, memberi dukungan, bahkan mendoakannya. (metrotvnews.com, 27/01/2013)
Ditambah lagi penegakan hukum dalam masalah narkoba ini sangat buruk. Hal ini dilihat dari terungkapnya sindikat narkoba di Lembaga Pemasyarakatan. Boski, narapidana Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan, Jawa Tengah, sekaligus otak jaringan narkotika internasional diringkus oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) karena mengendalikan jaringan narkobanya sejak tahun 2002. (jurnas.com, 7/1/2011)
Berita terbaru dari Surabaya mengungkapkan sindikat narkoba lapas libatkan pelajar SMP yang berisinisal JN. Dalam pemeriksaan, JN mengaku mendapat pasokan narkoba dari bandarnya yang masih mendekam di tahanan. (surabaya.tribunnews.com, 30/01/2013)
Belum lagi kasus narkoba menjerat kalangan penegak hukum. Baru-baru ini salah seorang anggota Polres Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Pada Rabu (23/1) ditangkap Tim Opsnal Polres Rokan Hulu saat ingin melakukan transaksi narkoba jenis sabu-sabu di Wisma Putri Melayu, Desa Pematang Tebih, Ujung Batu, Rokan Hulu. (pekanbaru.tribunnews.com, 25/01/2013)
Keinginan menjadikan Indonesia bebas dari narkoba semakin jauh panggang dari api jika melihat hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera. Data Kementrian Hukum dan HAM mencatat, sejak tahun 2004 hingga 2011 lalu Presiden menerima 128 permohonan grasi dari terpidana kasus narkoba. Namun hanya 19 yang dikabulkan dan seluruhnya diberikan atas dasar kemanusiaan, dimana 10 orang karena dibawah umur, satu orang karena berstatus tunanetra, dan selebihnya hanya berupa keringanan hukuman. (radioaustralia.net.au, 18/10/2012)
Tidak mungkin ada asap jika tidak ada api yang menyala. Kejahatan narkoba ini bukan berarti tidak ada penyebabnya. Penerapan sistem sekuler-kapitalisme di tengah kehidupan masyarakat adalah akar permasalahan sesungguhnya. Akar permasalahan dengan standar manfaat dan doktrin liberalisme dari sistem jahiliyah ini akan membuahkan gaya hidup hedonisme, yang memuja kenikmatan jasmani setinggi-tingginya. Sistem ini semakin sempurna kerusakannya bagi tatanan kemuliaan masyarakat tatkala akidah sekulerisme yang meminggirkan agama sukses membingkai setiap aspek kehidupan.
Jika telah dipahami bahwa sistem sekulerisme kapitalisme ini adalah akar dari permasalahan hidup terutama telah menjadi pupuk kompos bagi tumbuh suburnya kejahatan dalam kasus narkoba, maka dari itu untuk memberantas narkoba harus dilakukan dengan membongkar landasan hidup masyarakat yang rusak dengan menggantikannya dengan yang benar, yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati, yaitu akidah Islam.
Dari sisi akidah, Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan di dunia akan mendapatkan ganjaran di akhirat. Perbuatan baik akan mendapatkan pahala, dan sebaliknya perbuatan dosa seperti penyalahgunaan narkoba akan dijatuhi siksa pedih diakhirat, meskipun pelakunya bisa meloloskan diri dari sanksi di dunia.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah harus memenuhi janji bagi siapa saja yang meminum minuman yang memabukkan untuk memberinya minuman thinatal khabal. Mereka bertanya,” ya Rasulullah apakah thinatal khabal itu?”, Rasulullah saw. Bersabda: “keringat penduduk neraka atau ampas (sisa perasan) penduduk neraka.” (HR. Muslim no.2003, dari Ibnu Umar)
Islam juga mewajibkan kepada negara untuk senantiasa memupuk keimanan rakyatnya. Maka hanya orang yang pengaruh imannya lemah dan terperdaya oleh setan yang akan melakukan dosa atau kriminal tatkala sistem Islam diterapkan. Jika pun demikian, maka peluang untuk itu dipersempit atau bahkan ditutup oleh syariah Islam melalui penerapan sistem pidana dan sanksi dimana sanksi hukum bisa membuat jera dan mencegah dilakukannya kejahatan.
Hal itu sebab, narkoba jelas hukumnya haram. Ummu Salamah menuturkan: “Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan .”(HR Abu Dawud dan Ahmad)
Muffatir (zat menenangkan) adalah setiap zat relaksan atau zat penenang, yaitu yang kita kenal sebagai obat psikotropika. Al-‘Iraqi dan Ibn Taymiyah menukilkan adanya kesepakatan (ijmak) akan keharaman candu/ganja (lihat, Salubus Salam, iv/39, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi 1379).
Mengkonsumsi narkoba apalagi memproduksi dan mengedarkannya merupakan dosa dan perbuatan kriminal. Disamping diobati atau direhabilitasi, pelakunya juga harus dikenai sanksi, yaitu sanksi ta’zir, dimana hukumannya dari sisi jenis kadarnya diserahkan kepada ijtihad qadhi. Sanksinya bisa dalam bentuk ekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat. Pelaksanaan hukuman itu harus dilaksanakan secepatnya dan pelaksanaannya diketahui atau bahkan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina (lihat QS an-Nur (24): 2). Dengan begitu masyarakat akan paham bahwa itu adalah sanksi atas kejahatan dan merasa ngeri. Masyarakat akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum syara. Maka dari itu kejahatan penyalahgunaan narkoba akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah bukan dalam sistem sekular yang bobrok ini. (Ully Armia)