Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA) sehingga sudah seharusnya Indonesia bisa memaksimalkan kekayaan SDA tersebut demi kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia kedepan perlu menerapkan prinsip ekonomi egaliter, yakni prinsip ekonomi yang berkeadilan, efisien dan kesetaraan dimana ada kesempatan yang sama bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menikmati dan mengakses sumber-sumber ekonomi (*economics resources*).
Gagasan ini mengemuka pada diskusi panel yang diadakan oleh Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Jepang pada hari Kamis, 26 Februari 2009 di Nagoya University, Nagoya, Jepang.
Diskusi yang bertemakan ’Membangun Kemandirian Ekonomi Indonesia’ ini menampilkan 2 orang panelis, yakni Sohibul Iman, Ph.D, calon anggota legislatif Partai Keadilan Sejahtera (PKS) daerah pemilihan DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri) dan Zamroni Salim, Ph.D, peneliti di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.
* *
Menurut Sohibul Iman, ekonomi Indonesia saat ini menghadapi dua masalah besar. Pertama, secara kualitatif, prilaku perburuan rente ekonomi (*rent seeking behaviour)* yang kemudian menyebabkan *high cost economy*. Kedua, secara kuantitatif, terjadi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan, rendahnya daya saing industri, tingginya angka pengangguran, *decoupling* antara
sektor keuangan dengan sektor ril dan kerusakan lingkungan hidup akibat over eksploitasi SDA.
Kemudian, mantan Rektor Universitas Paramadina ini menyoroti perubahan struktur ekonomi Indonesia yang menunjukkan kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi dan tidak adanya koordinasi yang baik lintas sektor, pengelolaan SDA, perbankan, industri, lembaga penelitian dan pendidikan serta pembangunan masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri tanpa arah yang koheren.
”Pemerataan pendapatan hanya bisa diatasi apabila koordinasi lintas sektoral dikelola dengan baik dengan cara membuat keterkaitan input-output antara sektor yang satu dengan yang lain secara integratif,” tegas alumnus JapanAdvanced Institute of Science and Technology ini.
Selain itu, ”target dan alokasi sumber daya pembangunan selama ini hanya dititik-beratkan pada sektor-sektor yang sangat elitis, yaitu pertambangan, industri dan jasa keuangan yang hanya melingkupi kurang dari 15% penduduk,” kata Caleg PKS yang sedang menyerap aspirasi masyarakat Indonesia di Korea Selatan, Jepang dan Taiwan ini.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, lanjut Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Teknologi (Ekuintek) DPP PKS ini, Indonesia kedepan harus menerapkan prinsip ekonomi egaliter, yakni prinsip ekonomi yang berkeadilan, efisien dan kesetaraan dimana ada kesempatan yang sama bagi setiap rakyat Indonesia untuk berusaha.
Kemudian, ”langkah-langkah utama yang harus ditempuh adalah melipatgandakan produktifitas dan pendapatan petani dan nelayan, meningkatkan daya saing industri nasional dengan pendalaman struktur dan *upgrading *kemampuan teknologi, dan membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru berbasis *resource* dan *knowledge,” *ujar salah satu tokoh yang dinominasikan PKS sebagi calon pemimpin bangsa 2009.
Sementara dalam paparannya, Zamroni Salim, menekankan perlunya meningkatkan keuntungan (*economic benefits*) dari perdagangan regional dan internasional. Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi perdagangan bebas untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang maksimal dengan menentukan kebijakan yang tepat antara proteksi dan liberalisasi.
”Dalam kondisi tertentu keberadaan perdagangan bebas bisa meningkatkan kemakmuran masyarakat (*economic welfare*) baik sebagai konsumen maupun produsen. Namun perlu diingat ada sektor-sektor atau industri tertentu yang memperlukan perhatian pemerintah untuk tidak serta merta membukanya bagi produk luar negeri, ” tegas Zamroni yang baru saja memperoleh gelar Doktor di bidang ekonomi internasional dari Nagoya University, Jepang.
Pemilihan sektor atau industri yang dibuka untuk persaingan regional/global harus dipertimbangkan secara seksama dengan memperhatikan faktor tenaga kerja dan atau faktor lain seperti industri strategis.
”Proteksi untuk sektor tertentu adalah harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam *World Trade Organization*(WTO),” lanjut peneliti ekonomi yang memperoleh gelar S2 nya dari Massey University, New Zealand.
Diskusi ini dihadiri oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di beberapa universitas yang ada di kota Nagoya, Jepang. Selain dari mahasiswa, terlihat juga para pekerja Indonesia yang bekerja di beberapa perusahaan Jepang turut hadir mengikuti jalannya diskusi.
*Nagoya, Jepang*
*27 Februari 2009*
*Pengurus ISTECS Chapter Jepang*
*Edi Suharyadi, M.Eng., Ph.D *