Da’wah di Seram Timur; ‘Jangan Pergi Bapak Imam’

"Sesuai surat tugas, saya di sini sampai Maret 2011,’’ kata Yusman Dawolo kepada Asrofi Muflikhudin dari LAZIS Dewan Da’wah yang mengunjunginya belum lama ini. Yusman adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir yang sedang praktik lapang di Desa Solan, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Propinsi Maluku.

Demi mendengar perkataan Yusman, Kepala Desa Solan Abu Bakar As-Shiddiq langsung bereaksi. ‘’Aduh,’’ serunya, ‘’janganlah tinggalkan kami Bapak Imam,’’ ratap Raja Solan bermarga Ulialantutin ini dengan mimik khawatir.

Meski leluhurnya Muslim, warga Desa Solan sebagian besar mantan pemeluk Nasrani. ‘’Solan’’ (baca solang) sendiri artinya ‘’hijrah’’.

Sewaktu konflik Ambon meletus pada 1999, masyarakat Solan terdesak. Mereka lalu lari ke gunung.

‘’Saat kami terdesak, saya sampai ditodong untuk turut mengungsi dengan naik kapal. Tapi saya katakan, saya dan warga saya akan bertahan di desa kelahiran kami. Kami lalu lari ke gunung,’’ tutur Abu Bakar.

Abu Bakar Ulialantutin melanjutkan, pada tahun 2000 ia mendapat tawaran dari pasukan Islam yang menguasai Solan, untuk turun gunung secara damai. Abu Bakar setuju. Merekapun kembali ke kampung halaman dengan status baru sebagai kaum muslimin.

Setelah beberapa pekan menikmati kebebasan dan keamanan sebagai umat Islam, Abu Bakar dan para pemuka masyarakat lalu membujuk warga Bonfia untuk turun gunung sebagaimana kaum Solan.

‘’Saya katakan pada pemuka Bonfia, bahwa kami warga Solan turun gunung tanpa setetes pun darah mengalir. Dan setelah kami memeluk Islam, kami bebas merdeka dan merasa tentram,’’ tutur Bapak Jo.

Alhamdulillah, akhirnya komunitas Bonfia pun bersedia turun gunung dan menjadi bagian dari warga Desa Solan.

Sayangnya, warga Solan kemudian tidak dibina. Pemda setempat memang menempatkan Abdul Rahim Rumata sebagai da’i di sini. Namun, da’i sepuh dari luar Desa Solan ini tidak bisa berbuat banyak. Sampai kemudian kader da’i STID M Natsir yaitu Muttaqien Salam dan Yusman Dawolo berserta istrinya, ditempatkan di sana.

Para mahasiswa da’i itu bergerak cepat. Datang diantar Ketua Dewan Da’wah Maluku Ustadz Abu Imam Abdurahim Rumbara, mereka tak perlu waktu lama bersosialisasi. Terutama Yusman, langsung mendapat tempat di hati warga dan aparat desa. Diapun dipanggil Bapak Imam.

Bersama Samsudin Rumata, putra Imam Abdul Rahim, da’i Dewan Da’wah menghidupkan Masjid Al Ikhlas. ‘’Awalnya memang harus door to door mengajak warga shalat berjamaah di masjid. Tapi sekarang cukup dengan panggilan adzan lewat pengeras suara,’’ tutur Yusman. Masjid sangat sederhana itu kini lumayan makmur.

Para da’i juga menghidupkan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) ‘’Ta’lim’’ di rumah papan Abdul Rahim. Kini santrinya 60 anak, sebagian sudah bisa membaca Al Qur’an. Bahkan ada yang sudah khatam.

Santri Solan lulusan Diniyah pun kini tak perlu ke Bula yang jauhnya 40 km untuk melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah. Mulai tahun ajaran 2009-2010 ini, para da’i Dewan Dakwah membuka MTs Al Anshor di Solan. Sebuah rumah papan kosong dijadikan kelas. Murid angkatan pertama 13 anak.

Sedang untuk jenjang Aliyah, Ustadz Abu Imam Abdurahim Rumbara siap menampung kader Solan di Ponpes Anshor Batumerah Ambon yang dipimpinnya. Selanjutnya, STID M Natsir terbuka buat santri Aliyah Anshor.

Agar warga tidak menggantungkan sumber penghidupan pada hasil hutan alami, Yusman dan Muttaqin mengajari warga bercocok tanam produktif. Sepetak tanah di belakang rumah kosong yang dijadikan asrama da’i, dijadikan lahan percontohan. Bibit tetumbuhan dibawakan Asrofi.

‘’Alhamdulillah, warga bersedia bertani. Bahkan belum lama ini kepala desa mewakafkan hutan seluas 3 hektar untuk dijadikan lahan pertanian warga,’’ tutur Yusman, sambil mengharap bantuan PT Citic Energy di SBT untuk membuka areal hutan itu.

Kini, Solan sudah beda jauh dari saat dikunjungi LAZIS Dewan Dakwah pada November 2009. ‘’Subhanallah, Solan kini sudah mencerminkan sebuah Desa Muslim. Dengan segenap keterbatasannya, para kader da’i Dewan Da’wah itu berhasil membawa warga memasuki peradaban baru yang Islami. Contohnya jilbab, sudah bukan menjadi busana asing lagi bagi perempuan Solan,’’ tutur Abdurahim Rumbara yang menemani Asrofi menjenguk Solan belum lama ini.

‘’Tolonglah Bapak Imam, meskipun hidup di Solan ini seadanya dibanding hidup di Jakarta, jangan tinggalkan kami,’’ Bapak Rajo Abu Bakar Ulialantutin kembali merengek pada Yusman. Kali ini dengan leleh airmata. (nurbowo)

Salurkan kepedulian Anda untuk mendukung da’wah di pedalaman Nusantara
LAZIS Dewan Da’wah siap menjemput zakat dan infaq Anda
Hubungi (021) 31901233