Ikhwanul Muslimin di Mesir, pada hari minggu, mengkritik hasil dari referendum rancangan konstitusi yang telah di amandemen, dan menunjukkan ada 4 indikasi kecurangan sepeti yang dilaporkan oleh para pengawas.
Ikhwan menyebutkan,”yang pertama adalah pemerintah saat ini tidak dapat mengadakan referendum yang jujur, karena hasilnya akan menjadi penolakan terhadap kudeta militer berdarah dan kemudian mendukung legitimasi pemerintahan sipil.”
Untuk membuktikan kecurangn kedua, Ikhwan membandingkan dengan hasil referendum 2012 yang dilakukan di era Mursi. Ikhwan mengatakan,”pada tahun 2012 tidak ada seruan boikot, dan melibatkan sebagian besar kekuatan politik yang ada, serta tingkat partisipasi masyarakat mencapai 32,9%, sedangkan kali ini Referendum diiringi seruan boikot dari masyarakat, dan hasilnya adalah 38,6%, bagaimana hal ini bisa terjadi !?”
Bukti ketiga kecurangan referendum ini adalah,”hasil pemungutan suara, menurut Observatorium Arab untuk Hak Asasi dan Kebebasan (non-pemerintah) tidak melebihi 11,3%, sedangkan menurut Pusat riset Media dan Opini public (pusat riset non-pemerintah) suara hanya mencapai 8% saja. Dan Carnegie Institution (American Research Center, non pemerintah) menyatakan bahwa itu bukan referendum, ditambah lagi laporan dari surat kabar Inggris “Guardian” yang menyebut referendum di Mesir “cacat”.
Dan bukti kecurangan terakhir, menururt Ikhwan, “beberapa surat kabar pemerintah kudeta mengatakan bahwa 4000 warga Mesir di jepang mendukung Konstitusi dalam referendum, sedangkan yang tercatat ikut dalam referendum berjumlah 423 orang, dan yang memilih hanya 34 orang saja.”
Dan dalam menanggapi pernyataan pihak berwenang Mesir yang mengatakan konstitusi tersebut untuk mencapai stabilitas, Ikhwan mengatakan,” stabilitas tidak akan tercapai kecuali dengan keadilan, kebebasan dan martabat.”
Imam Yusuf, pemimpin di dalam koalisi Nasional pendukung Legitimasi dan menolak Kudeta, menolak hasil referendum ini, dan mengatakan kepada surat kabar Anatolia kemarin bahwa”kami tidak mengakui hasil yang tidak memiliki legitimasi ini, dan kami tidak mengakui komiter tertinggi Pemilu dan tidak juga nomor-nomornya yang dilakukan atas dasar yang tidak sah, tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum, dan Presiden kami masih Mursi,dan undang-undang kami masih UU 2012”.(hr/im)