Organisasi Human Rights Watch (HRW) menyatakan dalam situs resmi mereka pada hari senin (19/20) kemarin, pembubaran paksa pendukung pro Mursi dan anti kudeta militer di Medan Rab’ah dan Nahdah square (14/8)lalu, sebagai tragedi pembunuhan massal dan kejahatan kemanusiaan terburuk dalam sejarah Mesir modern.
Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Human Rights Watch menunjukkan bahwa keputusan penggunaan peluru tajam terhadap demonstran tidak bersenjata oleh pihak aparat keamanan dan militer Mesir, mencerminkan kegagalan pemerintah Mesir mematuhi standar peraturan internasional serta tidak dapat dibenarkan penggunaannya dengan alasan apapun.
Pemerintah Mesir telah gagal memberikan jalan keluar yang aman bagi para demonstran yang melakukan aksi turun ke jalan, mereka mengarahkan peluru tajam kepada demonstran tak bersenjata dan petugas medis.
Berdasarkan laporan dan dokumentasi wawancara langsung dengan pekerja di sektor kesehatan yang dilakukan oleh Human Rights Watch, jumlah korban meninggal akibat pembantaian di Medan Rab’ah dan Nahdah Square sedikitnya berjumlah 377 orang, ini berbeda jauh dari pengumuman resmi Kementerian Kesehatan Mesir, tercatat korban tewas berjumlah 288 orang.
Lembaga HAM dunia meminta penguasa militer untuk segera membatalkan penggunaan peluru tajam dan senjata mematikan untuk membubarkan paksa para demonstran anti kudeta.
Dalam laporan yang dilansir Joe Stork, direktur Human Rights Watch wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, “penggunaan kekuatan mematikan terhadap para demonstran damai suatu hal yang berlebihan dan tidak dapat dibenarkan, penguasa militer di Mesir harus segera membatalkan keputusannya dan mengekang aparat kepolisian untuk mencegah peningkatan penyebaran kekerasan dan kerusuhan di Mesir. ” (rassd/Zhd)