Hasil Pilkada 2018 dan Peta Pilpres 2019

Memang, di Jabar dan Jateng, koalisi oposisi masih kalah dari kubu pemerintah versi lembaga survei. Tapi yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa yang diajukan oposisi di kedua daerah itu adalah calon yang relatif tak populer, baik calon gubernur atau wakilnya.

Ini berbeda saat Aher memenangkan Pilgub Jabar dua periode sebelumnya. Saat itu Aher menggandeng wakil yang punya tingkat popularitas tinggi, yakni Dede Yusuf dan Dedy Mizwar.

Dengan calon yang punya popularitas rendah saja, oposisi bisa meraih angka 30 persen di Jabar dan 40-an persen di Jateng. Jadi bisa dibayangkan kekuatan oposisi bila mencalonkan kandidat yang punya popularitas tinggi. DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Timur, dan Sumatra Utara sudah jadi buktinya.

Dengan deretan fakta tersebut, kubu koalisi patut mewaspadai kekuatan oposisi di Pilpres 2019. Tapi di sisi lain, oposisi juga mesti menyiapkan calon yang punya bekal popularitas yang mumpuni untuk menantang Jokowi.

Mungkin inilah saat yang tepat bagi petinggi Gerindra, PKS, PAN, atau bisa jadi Demokrat untuk menimbang siapa calon yang paling punya bekal popularitas dan akseptabilitas untuk menantang Jokowi di 2019.

Boleh jadi nama-nama itu mulai satu dan dua hari ini mulai dirundingkan oleh kekuatan oposisi yang disokong oleh Gerakan 212. Nama yang bisa jadi mengerucut pada Prabowo, Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, AHY, Aher, atau bisa saja Jusuf Kalla yang pindah perahu. (rol)

Oleh: Abdullah Sammy, Jurnalis Republika