Assalamualaikum Wr. Wb.
Pak ustaz, kami punya seorang pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah dan seluruh kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh kami juga. Dia digaji tiap bulan oleh kami dan Insya Allah tidak pernah telat. Apakah kami berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah untuk pembantu tersebut ataukah dia harus bayar sendiri dari uang gaji yang dia dapat perbulan?
Kami takut seandainya kami bayar untuk dia tapi kewajibannya belum lepas dan uang yang kami serahkan untuk zakat akhirnya hanya dihitung sedekah belaka dan juga ibadah puasanya jadi terkatung-katung karena tidak bayar zakat. Mohon penjelasan pak ustaz.
Wassalamualaikum Wr Wb.
Asslamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kewajiban kita membayarkan zakat fitrah adalah kepada orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan kita. Misalnya, isteri dan anak-anak. Atau misalnya anak yatim yang kita pelihara dengan nafkah kita.
Sedangkan pembantu, meski tinggal bersama kita dan makan di rumah kita, sebenarnya tidak bisa dikategorikan orang yang kita tanggung nafkahnya. Sebab dia punya nafkah sendiri, yaitu dari hasil keringatnya dengan bekerja di rumah kita.
Kedudukan pembantu rumah tangga pada dasarnya sama dengan pegawai kantoran atau pegawai negeri. Mereka sama-sama bekerja dan makan gaji dari keringatnya. Bedanya hanyalah karena pembantu rumah tangga itu tinggal di rumah kita, makan dari makanan rumah kita dan seterusnya. Tetapi kalau dia tidak bekerja, dia tidak dapat gaji dari kita.
Berbeda dengan isteri dan anak kita. Mereka benar-benar kita tanggung nafkahnya. Uang yang kita berikan kepada anak dan isteri semata-mata nafkah yang kita berikan, tanpa kewajiban bekerja atau memberi jasa tertentu kepada kita. Anak dan isteri inilah yang disebut dengan orang yang kita tanggung nafkahnya. Maka kewajiban kita juga untuk membayarkan zakat fitrah untuk mereka.
Sedangkan pembantu rumah tangga, kita tidak menanggung nafkahnya, melainkan mereka bekerja dan mendapat upah/gaji dari keringatnya. Walhasil, para pembantu rumah tangga itu punya kewajiban sendiri untuk membayar zakat fitrahnya, bila mampu tentunya.
Kalau mereka sampai tidak mampu bayar zakat fitrah yang sebenarnya sangat murah itu, berarti mungkin ada yang tidak beres dalam perjanjian gaji dengan kita sebagai majikan. Boleh jadi kita terlalu murah membayar gajinya, sehingga meski sudah bekerja 24 jam sehari, tetap saja tidak cukup untuk mereka. Maka kewajiban kita adalah menaikkan gajinya, bukan membayarkan zakatnya.
Jangan dikira menggaji pembantu dengan nilai yang besar dan cukup itu itu tidak berpahala. Justru yang utama harus kita kerjakan adalah menggaji orang yang berjasa kepada kita dengan nilai yang cukup dan manusiawi. Bukannya orang yang sudah susah kita tambahi dengan kesusahan. Sehingga dia jadi miskin selamanya, kemudian baru kita beri zakat.
Seharusnya kita harus memprogram agar dia bisa jadi kaya, biar suatu saat nanti dia bisa jadi muzakki yang sesungguhya.
Wallahu a’lam bishshawab, wasslamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.