Dalam rangka menyongsong Hari Lahirnya yang ke-85, Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) pada Senin(23/5) menggelar acara Bedah Buku “Kasus Mbah Priok”, dengan para pembicara Robi Nurhadi (Penyusun dan Peneliti Buku Mbah Priok), JJ. Rizal (Sejarawan UI) dan Zakky Mubarak (da’i dan dosen) yang berlangsung di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat.
Buku dengan tebal 112 halaman tersebut banyak mengungkap hal yang salah kaprah, seperti pada halaman 34 di sana tertulis: Setiap Kamis malam Jum’at ada pengajian yang dipimpin oleh Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Alaydrus dan diikuti oleh jama’ah yang banyak. Dari segi sarananya, pengajian tersebut dilengkapi dengan 3 buah layar monitor yang lebar, yang memungkinkan jama’ah dapat mencerna dengan baik materi ceramah yang disampaikan oleh para mubaligh. Namun dari sisi pengaturan jalan dan perparkirana, kegiatan tersebut seringkali membuat lalu-lintas kendaran menjadi macet. Pada waktu acara akan dimulai dan ketika pembacaan rawi (riwayat Nabi) telah sampai pada mahallul qiyam, biasanya mereka menyulut petasan dan kembang api.
Mereka, meyakini, bahwa hal itu dinilai sebagai bagian dari syiar Islam, dan dalam rangka menjemput Rasulullah SAW yang hadir di tengah-tengah mereka pada waktu pembacaan rawi. Hal inilah yang dikritsi oleh Zakky Mubarak.
“Ziarah kubur itu boleh dan sunnah, yang tidak boleh meminta sama kuburan. Ngaji itu bagus, tapi kalau bikin macet jalanan, itu yang tidak bagus,” begitu ungkap Zakky, da’i yang sering mengisi di Masjid Sunda Kelapa.
Ini merupakan salah satu contoh saja, masih banyak hal lain yang harus dan perlu diperbaiki dalam masyarakat ini, seperti yang tertulis dalam buku ini yang merupakan penelitian MUI Jakarta.
Banyak kegiatan ziarah kubur yang dilakukan masyarakat yang mengarah kepada bid’ah, terutama acara kunjungan-kunjungan ke makam dan ziarah kubur, yang meminta syafa’at yang sudah meninggal, termasuk ke makam-makam wali. (mzs)