Beberapa pekan terakhir ramai diberitakan tentang gerakan NII, khususnya KW9, terutama setelah terungkap maraknya pelajar/mahasiswa yang hilang atau orang tua yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya. Ditambah dengan pengakuan dari mereka yang pernah direkrut atau pernah menjadi bagian dari gerakan itu, membuat isu NII KW9 ini semakin menghangat di tengah masyarakat.
Sesungguhnya persoalan NII KW9 ini bukanlah hal baru, kasus ini sudah ada sejak beberapa puluh tahun lalu. Kasus hilangnya anggota keluarga juga sudah terjadi sejak lama. Bahkan usaha untuk membongkar jaringan ini, termasuk mengungkap keterkaitan antara pesantren Al-Zaitun dan AS Panji Gumilang dengan gerakan NII KW9 dengan segala penyimpangannya baik secara fiqih maupun sosial dan ekonomi (keuangan) juga sudah dilakukan. Tapi, tidak pernah ada tindakan apapun dari aparat yang berwenang meski semua temuan berikut bukti dan saksi cukup lengkap. Seakan-akan ada pembiaran dari aparat/pemerintah.
Akibat dari perbuatan NII KW9 tersebut, kegiatan dakwah diberbagai tempat mendapat imbasnya. Sangat boleh jadi ini semua dilakukan untuk mendiskreditkan dan monsterisasi (memunculkan ketakutan) di tengah masyarakat terhadap kegiatan dakwah (pengajian, training-training keislaman dan sebagainya) dan gagasan mengenai penegakan syariah. Buktinya, sekarang ini ada usaha sistematis untuk misalnya, mengawasi kegiatan-kegiatan dakwah di kampus/sekolah-sekolah. Juga munculnya ketakutan pada sebagian anggota masyarakat atau orang tua di berbagai tempat sehingga mencegah anggota keluarganya ikut dalam kegiatan pengajian.
Atas dasar itulah DPP HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) menggelar acara diskusi bulanan edisi yang ke-30 di Wisma Antara pada Selasa(10/5)dengan tema: ”Teror NII: Kriminalisasi Perjuangan Islam”. Ada tiga pembicara yang hadir pada diskusi tersebut diantaranya: Aminudin Yaqub (MUI Pusat), Imam Salahudin (NII Crisis Center) dan Ismail Yusanto (Jubir HTI).
“NII (Abu Toto) tidak punya kekuatan militer yang ada hanya kekuatan menipu. Yang ada dalam otak Abu Toto hanya uang, uang dan uang”, begitu papar Imam Salahudin dengan semangat. Tak kalah dengan Imam, Aminudin Yaqub juga menambahkan bahwa ada seorang wanita berjilbab anggota NII yang menjadi PSK, karena untuk memenuhi setoran wajib yang dibebankan kepadanya. Sedangkan Jubir HTI, Ismail Yusanto menolak segala bentuk usaha pembatasan dakwah dan gagasan mengenai penegakan syariah, karena dakwah adalah kegiatan yang sangat mulia dan penting guna meningkatkan kualitas umat. Sementara penegakan syariah, dan negara yang menerapkan syariah, mutlak diperlukan sebagai jalan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah membelit bangsa dan negara ini. (mzs)