Untuk mencapai lokasi Masjid Muammar Qaddafy memang lumayan lelah, menempuhnya dengan motor dari Jakarta yang memakan waktu sejam lebih. Tiba di lokasi adzan maghrib telah berkumandang, segera reporter Eramuslim mencari tempat untuk berbuka.
Setelah bertanya kepada penjaga, kami ditunjukkan ke arah ruangan tempat jama’ah yang beri’tikaf sedang berbuka. Subhanallah, tertib dan nyaman sekali suasananya. Ini terasa lain dengan masjid-masjid yang pernah kami sambangi.
Usai berbuka dengan air putih dan kurma dan kue-kue, kamipun ke atas untuk melaksanakan sholat maghrib berjama’ah, setelah itu baru makan besar.
Di sini Tarawih dilakukan usai sholat isya tanpa ada ceramah. Imam yang memimpin sholat terlihat masih muda, dan bukan lulusan sekolah agama tapi dari IPB namun hafal 30 juz Al Qur’an. Mengikuti sholat tarawih di sini begitu mengasyikkan, karena imam mempunyai suara yang merdu dengan bacaan yang tartil. Walau tarawih 20 rakaat dengan membaca 1 juz Al Qur’an, tapi tidak terasa lelah.
Usai sholat tarawih diadakan tasmi’ dan khataman Qur’an yang dilakukan salah seorang imam masjid, sedangkan yang lain mendengar bacaan beliau. Acara malam itu diakhiri dengan mengambil kupon konsumsi untuk makan sahur.
Pukul 2 dini hari jama’ah dibangunkan untuk Qiyamullail, setelah itu dilanjutkan makan sahur di tempat yang sama ketika berbuka. Tak lupa jama’ah diajak dzikir ma’tsurat usai sholat subuh, setelah itu istirahat sampai jam sepuluh untuk mendengarkan kajian dhuha.
Sebelum beranjak istirahat kami sempat keliling komplek masjid ditemani udara sejuk dan kabut yang menutupi pandangan untuk melihat lingkungan sekitar.
Jam 10 kajian dhuha yang disampaikan ustadz Fathuddin Ja’far dimulai yang disiarkan secara langsung melalui radio Adz-Dzikra.
Rasanya, di tempat seperti inilah idealnya kaum muslimin tinggal. Terasa berat kaki ini melangkah untuk meninggalkan Masjid Muammar Qaddafy menuju tempat berikutnya yang harus kami kunjungi. (M. Zakir Salmun)