Siang kemarin (5/10) Tim Pembela Muslim (TPM) menggelar jumpar pers tentang keberhasilan misi mereka di Brussel dan Jenewa terkait kasus Mavi Marmara. Awalnya misi TPM ini disangsikan banyak pihak, karena sebelum ini delegasi Indonesia yang diwakili NGO sejenis TPM selalu ditempatkan di luar ruang sidang utama atau di balkon yang tertutup dengan kaca. Misi TPM yang diwakili oleh Mahendradatta dan Wirawan Adnan selaku kuasa hukum 6 orang relawan Indonesia dari MER-C dan Hidayatullah yang menjadi korban insiden penyerangan Israel atas Misi Kemanusiaan Freedom Flotilla (31/5/2010) dianggap mulai menunjukkan hasil. Karena diterimanya laporan TPM oleh Amnesty International melalui Kantor Perwakilan Eropa di Brussel-Belgia pada senin 20/9/2010 dan laporan tersebut menjadi salah satu referensi yang akan digunakan Amnesty International dalam meningkatkan upayanya menekan Israel agar bertanggung jawab atas insiden itu.
Begitu pula dalam Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa pada 27/9/2010, di tengah persidangan delegasi TPM berhasil menemui unsur pimpinan sidang yang juga Pimpinan Tim Pencari Fakta untuk kasus Freedom Flotilla, Shanti Dairiam asal India, guna memberikan masukan-masukan mengenai korban dari pihak MER-C dan Hidayatullah. Pertemuan tersebut membuahkan hasil karena TPM menyumbangkan fakta baru mengenai adanya jenis peluru yang bersarang pada tubuh korban Surya Fachrizal dari Hidayatullah dan bukti laboratorium yang mengindikasikan adanya kandungan racun Arsenik dalam tubuh korban relawan Indonesia tersebut. Walaupun disanggah dengan menggebu-gebu oleh delegasi Israel dan Amerika, bahkan sampai menyangsikan kemandirian Dewan HAM PBB, namun akhirnya pada kamis 30/9/2010 Dewan HAM PBB (UNHRC) mengesahkan resolusi yang menyatakan Israel telah melanggar HAM secara serius/berat dalam insiden Penyerangan terhadap Misi Kemanusiaan di Kapal Mavi Marmara.
Di samping itu, Dewan HAM PBB dalam Resolusinya juga mewajibkan Israel memberikan kompensasi ganti rugi bagi para korban dan tidak mengulangi perbuatannya, khususnya dalam menginjak-injak hukum internasional. Resolusi tersebut juga menyebutkan tindak lanjut untuk membawa masalah ini kehadapan Majelis Umum (General Assembly) PBB jika Israel masih tetap membangkang permintaan yang terkandung dalam resolusi tersebut. (M. Zakir Salmun)