Kekerasan merupakan salah satu masalah public yang terus mengemuka dan seringkali mempengaruhi kehidupan generasi muda. Mulai dari kekerasan yang menjurus aksi kriminal seperti penodongan dan pemerasan, hingga kekerasan yang ditimbulkan dalam berbagai insiden konflik sosial, seperti tawuran antar warga atau antar pelajar maupun kerusuhan dalam skala yang lebih besar.
Di dalam berbagai insiden itu, tidak jarang kita temukan remaja turut terlibat di dalamnya, baik sebagai pelaku utama maupun kelompok yang dimobilisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan kekerasan. Tantangannya, bagaimana kita dapat mencegah kaum muda, khususnya remaja, agar tidak terlibat atau tidak mudah diprovokasi untuk terlibat dalam berbagai aksi kekerasan, baik yang melibatkan isu atau sentimen keagamaan maupun isu lainnya yang bersifat umum.
Sebagai respons terhadap masalah itu, Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP) menggulirkan program Lingkar Dialog untuk Aksi (LDA) yang dirancang untuk mengajak kaum remaja untuk mendiskusikan akar-akar masalah yang menyebabkan remaja seringkali terlibat dalam berbagai aksi kekerasan. Sebagai rintisan, 21 kelompok LDA dibentuk ditiga kecamatan di Jakarta Utara, meliputi Kecamatan Koja, Tanjung Priok dan Cilincing. Jumlah remaja yang terlibat sebanyak 260 orang ditambah dengan 63 fasilitator, koordinator dan notulen, yang berasal dari alim ulama, tokoh masyarakat dan pemuda. Untuk itu, pada Ahad (21/8) dideklarasikan “Remaja Sebagai Duta Perdamaian”di kantor Walikota Jakarta Utara oleh Bambang Sugyono, Walikota Jakarta Utara, disaksikan alim ulama dan tokoh masyarakat.
“Remaja harus tampil sebagai duta perdamaian di lingkungannya masing-masing,” tegas Bambang, yang baru tahu hari itu ada deklarasi di kantornya. Target acara ini adalah agar remaja tidak mudah lagi untuk terlibat atau dimobilisasi dalam berbagai aksi kekerasan, dan remaja dapat berperan sebagai duta perdamaian dalam lingkungannya. (mzs)