Pejuang Hizbullah yang membukukan kemenangan gemilang melawan militer Israel seperti ditelan bumi. Siapapun yang melewati kota dan desa di sepanjang Libanon Selatan, sulit menemukan sosok pejuang Hizbullah seperti yang terjadi pada waktu-waktu sebelumnya.
Terlebih saat berkecamuk perang, ribuan orang pejuang berkeliaran membawa senjata di berbagai lokasi di Libanon Selatan. Tapi kini, pejuang yang telah menunjukkan kisah heroiknya itu sulit dicari. Kemana mereka? Itu sebagian pertanyaan media massa Libanon yang juga merasa heran atas hilangnya sosok orang-orang yang mereka dambakan keberaniannya itu. Para wartawanpun mencari jawaban pertanyaan tersebut.
Setelah melewati lebih dari satu pekan, pascagencatan senjata, wilayah Selatan Sungai Litani –yang berjarak sekitar 20 km dari perbatasan utara Israel—menjadi wilayah yang terlucuti dari senjata. Wilayah itu ditinggalkan oleh pejuang Hizbullah begitu saja, tanpa intruksi yang dipublikasikan. Tak ada bekas senjata atau seragam pejuang Hizbullah di sana. Satu-satunya senjata yang ditemukan adalah justeru peralatan bom mortir milik tentara penjajah Zionis Israel yang tertinggal.
Harian An Nahar Libanon yang menyisir kota dan desa di Selatan mencari para pejuang menuliskan, “Setiap langkah yang Anda lakukan untuk mencari anasir pejuang Hizbullah, Anda lihat ke setiap sudut, di setiap jalan, di belakang semua bangunan yang hancur, Anda tidak melihat mereka.” Ia menambahkan, kemungkinan para pejuang itu kini masih berada di sejumlah desa di perbatasan. “Anda pasti akan menemukan mereka di sejumlah daerah yang beberapa waktu lalu menunjukkan kepahlawanan hebat dalam peperangan melawan Israel, seperti Atiya Syab, Ben Jubail atau Aitron. Tapi setelah Anda sampai di kota-kota itu, ternyata para pejuang itu juga tidak ada. Anda akan kembali dengan tangan hampa. Mereka tidak ada di sana….”
“Kemana mereka pergi? Apakah mereka menarik diri sebagaimana pasukan penjajah Israel juga mundur, agar wilayah Selatan Litani memang menjadi wilayah bebas senjata tanpa keputusan yang dipublikasikan? Tak ada simbol apapun dari pejuang Hizbullah di Selatan Libanon. Tidak ada penampilan apapun yang menyiratkan kebanggaan atas kemenangan yang telah dilakukan perlawanan Hizbullah..”
Gagal menemukan pejuang Hizbullah, sejumlah wartawan Libanon hanya menemukan penduduk kota dan kampung. Mereka mewawancarai penduduk tentang peperangan yang mereka saksikan langsung. Sejumlah penduduk bahkan sempat mengantar para wartawan ke sejumlah lokasi peninggalan perang, khususnya di Bin Jubail. Meskipun mereka menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam peperangan, tapi para wartawan menduga bahwa merekalah sebenarnya para pejuang Hizbullah itu. Dugaan seperti itu dikuatkan dengan bagaimana mereka mengurai peperangan dengan detail.
“Para pejuang Hizbullah ada di sini. Mereka ada di rumah-rumah mereka sendiri, atau di depan puing-puing. Ini bukan ungkapan untuk menarik simpatik, tapi memang kenyataannya seperti itu,” tulis wartawan An Nahar.
“Mereka telah melucuti kostum militernya. Meletakkan senjatanya. Lalu mereka menjalani kehidupan normal seperti semula, setelah kehidupan yang mereka tinggalkan beberapa waktu untuk membela tanah air mereka. Dan kini mereka kembali ke kampungnya, seiring dengan diluncurkannya rudal terakhir sebelum dimulainya gencatan senjata pada 14 Agustus lalu.”
Wartawan An Nahar berkesimpulan bahwa para pejuang Hizbullah adalah putera-putera desa dan kota yang sangat mengenal daerahnya sejengkal demi sejengkal. “Para pejuang itu ada dan tiada, terlihat dan tak terlihat, hadir dan tidak hadir. Mereka ada di setiap desa. Apalagi pemimpin Hizbullah Hasan Nashrallah pernah mengatakan, “Pejuang Hizbullah tak mungkin pergi dari wilayah Selatan.”
Wartawan situs Islamonline berhasil menemui satu orang yang diduga kuat seorang pejuang Hizbullah. Ia menyebut dirinya, “Haidar”. Menurutnya, pejuang Hizbullah terdiri dari dua unsur. Unsur pertama, pejuang yang memang bertugas sebagai tentara, tempatnya mengabdi untuk perlawanan. Mereka biasanya terdiri dari para pemuda yang memang direkrut oleh Hizbullah sejak organisasi itu berdiri dan memiliki orientasi perang melawan Israel. Sedangkan unsur kedua, adalah pejuang freelance. Mereka orang-orang yang hidup sebagaimana masyarakat umumnya, tapi mereka siap dalam waktu kapanpun untuk bergabung dengan militer Hizbullah saat dimobilisir. Kelompok inilah yang banyak muncul pada peperangan beberapa waktu lalu. Haidar menduga, jumlah pejuang Hizbullah yang khusus mengabdikan diri sebagai tentara sekitar 6 ribu orang. Sedangkan pejuang free lance nya berjumlah sekitar 4 ribu orang. (na-str/iol)