Ali El-Akhras mungkin tak pernah membayangkan perjalanannya dari Montreal, Kanada ke Libanon akan berakhir tragis. Ali beserta isteri, empat anak-anak, ibu dan pamannya tewas, saat bom-bom Israel menghantam rumah rumah mereka di Aitaroun, Libanon selatan.
Menurut cerita kerabat Ali yang masih berada di Kanada, Ali sekeluarga meninggalkan berangkat ke Libanon pada 27 Juni lalu, untuk berlibur ke kampung halaman sekaligus mengenalkan anak-anak mereka pada kakek neneknya yang tinggal di Libanon.
Namun serangan Israel ke negeri Arab selama satu pekan ini, telah memupuskan kebahagian keluarga itu. Desingan peluru dan suara dentuman misil yang dijatuhkan pesawat-pesawat tempur Israel, membuat Ali yang berprofesi sebagai apoteker itu sadar bahwa situasi akan memburuk.
Apa yang dikhawatirkan Ali menjadi menjadi kenyataan. Sebelum mereka sempat menyelamatkan diri, rumah mereka dihantam misil Israel dan menewaskan Ali dan keluarganya.
"Kami semua dihancurkan. Ini mengejutkan. Kami mendapat kepastian dari kerabat di Jerman bahwa mereka (Ali dan keluarganya) tewas. Kami mendapat konfirmasinya hari ini," kata Walid El-Akhra, kerabat Ali yang bekerja di toko grosir mili keluarga Ali di Montreal.
Para pelanggan Ali di Montreal, menyampaikan rasa duka cita atas tragedi yang menimpa Ali dan keluarganya di Libanon. "Ini tidak masuk akal," kata seorang distributor.
Ali El-Akhras adalah lulusan Universitas Monteral dan bekerja di sebuah jaringan perusahaan farmasi terkemuka Jean Coutu di distrik Cote-des-Neiges. Ia hidup hemat dan menabung agar bisa membawa empat anaknya yang berusia antara satu sampai 8 tahun ke Libanon dan mengenalkan mereka untuk yang pertama kalinya, pada kerabat-kerabatnya di Libanon.
Menurut Walid, Ali dan keluarganya berusaha mengontak kedutaan Kanada di Beirut untuk minta pertolongan begitu krisis terjadi. "Pegawai di sana memintanya untuk bersabar sementara mereka akan memutuskan apa yang harus dilakukan. Itulah kabar terakhir yang kami dengar dari mereka," ujar Walid.
"Kami berusaha menelpon dan mengirim email, tapi tidak ada respon," sambung Walid.
Saudara perempuan Ali, Mayssoun dalam keterangan pers di Montreal mengungkapkan,"Ia ingin kembali ke kampung halamannya karena situasi negara (Libanon) dalam beberapa waktu ini, damai… tapi mereka tewas ketika sedang tidur, mereka tewas terbakar dalam satu ruangan yang sama."
Dengan cucuran air mata dan kesedihan yang mendalam, Mayssoon meminta Perdana Menteri Kanada, Stephen Harper untuk "berpihak pada kami dan mengatakan yang sebenarnya tentang Israel, katakan bahwa Israel menghancurkan rumah keluarga Saya di Libanon sedangkan Hizbullah berusaha melindunginya."
Padahal, dalam kesempatan pertemuan G8 di Rusia, pada para wartawan Harper justru menunjukkan dukungannya pada Israel dengan mengatakan bahwa Israel-lah yang pertama kali menjadi korban serangan Hizbullah.
Media Kanada Kritik Sikap Harper
Sikap Harper yang cenderung mendukung serangan Israel dan tidak mau menyalahkan serangan Israel yang telah menyebabkan tewasnya warga negara Kanada, menimbulkan reaksi di dalam negeri Kanada sendiri. Media massa memperkirakan sikap Harper itu akan berdampak pada dukungan terhadap pemerintahan Harper.
Sepanjang akhir pekan kemarin, ribuan warga di Ottawa, Toronto dan Montreal memprotes sikap Harper itu.
Surat kabar Gazette dalam komentarnya menyatakan, pernyataan Harper akan berdampak pada kesempatan bagi partainya untuk mendapatkan dukungan di tiga wilayah urban, yaitu Montreal, Toronto dan Vancouver, di mana penduduknya berasal dari berbagai latar belakang budaya.
Surat kabar Globe dan Mail memberi catatan bahwa Harper akan dinilai baik dari sisi kemampuannya mengendalikan krisis terkait dengan nyawa warga negaranya serta dari sisi kebijaksanaannya yang terlalu berpihak pada kepentingan-kepentingan Barat. Kedua surat kabar itu menekankan, sudah terlalu sering masalah-masalah Timur Tengah menjadi keprihatinan di dalam negeri Kanada.
Sejauh ini, delapan warga negara Kanada dipastikan tewas di Libanon akibat serangan Israel. Sedikitnya, 100 ribu warga Kanada yang memiliki kewarganegaraan ganda kini menunggu dievakuasi. (ln/iol)