Warga Muslim dan aktivis hak asasi manusia di Filipina mendesak Senat negara itu menolak draft undang-undang anti teror yang diajukan kongres karena akan membayakan hak-hak dan kebebasan rakyat Filipina.
Sekjen Suara Bangsamoro, organisasi Muslim di Filipina, amirah Ali Lidasan menilai draft undang-undang itu sebagai pil pahit dan berbisa yang dicekokkan ke warga Muslim oleh Presiden Gloria Macapagal Arroyo dan yang paling menghinakan, draft undang-undang itu seolah memberi penegasan kembali bahwa warga Muslim adalah pelaku kejahatan terorisme.
"Sebagai orang Moro. Kami tidak bisa memaafkan dewan perwakilan rakyat yang mengajukan undang-undang anti terorisme dengan menggunakan alasan kasus-kasus pengeboman oleh kelompok yang mereka curigai sebagai ‘Muslim militan’ dibalik pengajuan undang-undang tersebut," tegas Amirah.
Lidasan meminta Senat Filipina untuk memperhatikan orang Moro dan seruan sebagian besar warga Filipina agar undang-undang tidak disahkan. Salah satu pasal dalam undang-undang itu mengatur perintah penahanan selama 72 jam sampai negara mengajukan tuduhan secara formal bagi mereka yang dicurigai terkait aktivitas terorisme.
Presiden Filipina Arroyo memuji draft yang dibuat dewan perwakilan rakyat dan mendesak Senat untuk segera menyelesaikan tugasnya sebagai ‘bentuk patriotisme yang tinggi dalam menyelamatkan kehidupan dari momok yang menakutkan.’
Mantan Ketua Komisi HAM Filipina, Atty Nasser Marohosalic mengatakan, undang-undang anti terorisme akan menempatkan bangsa Moro pada posisi yang terjepit, dimana akan makin banyak orang yang ditahan secara ilegal, disiksa bahkan dibunuh. Warga sipil Moro, ujar Atty Nasser, sudah dicap sebagai ‘musuh’ negara dan akan masuk dalam daftar paling atas kelompok yang akan diburu begitu undang-undang itu diberlakukan. Tetapi bukan karena mereka teroris, tapi karena propaganda perang terorisme Arroyo-Bush yang menjadi Muslim dan umat Islam sebagai tameng dari kejahatan perang mereka.
"Bahkan ketika umat Muslim berjuang memperjuangkan hak asasi mereka yang sudah dilanggar," kata Atty Nasser yang kini aktif fi Union of Muslim for Morality and Truth.
Oleh Antonio Tujan, direktur riset di pusat riset independen IBON, draft undang-undang anti terorisme itu sudah menyerang kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Jika draft menjadi undang-undang, bisa digunakan untuk memberangus organisasi-organisasi yang vokal melakukan protes atas isu-isu ekonomi dan politik.
Draft undang-undang tersebut mendefinisikan terorisme sebagai "……perencanaan, ancaman dan tindakan penggunaan kekerasan atau paksaan atau dengan cara lainnya yang sengaja dilakukan untuk melukai orang lain, atau paksaan dan tindakan merusak lainya terhadap harta benda dan lingkungan, dengan tujuan menciptakan atau menimbulkan bahaya bagi negara, kepanikan, ketakutan dan kekacauan …"
Tujan menegaskan, draft undang-undang anti teror hanya akan memperburuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia maupun kebebasan media. (ln/iol)