Warga Ghaza kini sedang diliputi kecemasan, menyusul ketegangan antara kelompok Fatah dan Hamas. Mereka khawatir, ketegangan itu akan berubah menjadi pertikaian fisik seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.
"Kami mampu menghadapi blokade Israel, kami bisa bertahan dari lapar dan sakit, tapi kami tidak bisa mentoleransi pertikaian di kalangan kami sendiri, " kata Abu Khalil, seorang warga Ghaza yang setiap hari mendengarkan laporan perkembangan situasi tentang Hamas dan Fatah lewat radio dengan hati yang sedih.
Ia sedih melihat pertentangan Hamas dan Fatah yang tak kunjung usai, bahkan kembali menegang setelah kedua faksi terbesar di Palestina itu melakukan aksi saling tangkap para anggotanya. Seperti diberitakan, ketegangan ini diawali dengan insiden ledakan bom di pesisir pantai Ghaza City pada hari Jumat kemarin, yang menyebabkan lima pejuang senior Palestina dan seorang anak perempuan berusia lima tahun gugur.
Hamas menuding Fatah terlibat dalam insiden tersebut dengan tujuan untuk merongrong Hamas yang sampai saat ini masih menguasai wilayah Jalur Ghaza. Untuk itu Hamas menangkap sejumlah anggota Fatah di Jalur Ghaza. Pihak Fatah menolak tuduhan Hamas dan melakukan tindakan balasan dengan menangkapi anggota Hamas di Tepi Barat.
Menurut pasukan keamanan pemerintahan otoritas Palestina pimpinan Presiden Mahmud Abbas, sepanjang hari Senin kemarin sudah 50 orang anggota Hamas, terdiri dari para pemimpin lokal Hamas dan profesor di universitas-universitas yang ditangkap di kota Nablus, utara Tepi Barat. Sementara menurut keterangan pihak intelejen Palestina, selama satu minggu ini, sudah 150 orang anggota Hamas yang mereka tangkap.
Bukan cuma Abu Khalil yang khawatir, aksi saling balas itu akan meluas menjadi bentrokan fisik lagi. Khalid, seorang pemuda Ghaza mengungkapkan penyesalannya atas insiden ledakan bom di Ghaza City yang telah memicu ketegangan antara Fatah dan Hamas. Ia mengatakan, aksi saling balas antara Fatah dan Hamas membuat harapan akan persatuan di Palestina makin suram.
"Mereka (Hamas dan Fatah) bersikap seolah-olah sedang mempersiapkan sebuah perang terbuka. Terus terang, kami tidak menginginkan ini terjadi. Ini harus dihentikan, " tukas Khalid.
Warga Ghaza lainnya, Umi Ahmad menyayangkan pemberitaan media massa yang menurutnya menambah panas situasi. "Televisi Palestina dan Televisi al-Aqsa, menayangkan pernyataan-pernyataan untuk membenci satu sama lain, " ujar Umi Ahmad menyebut dua stasiun televisi milik Fatah dan milik Hamas.
Organisasi-organisasi hak asasi manusia dan media menyerukan agar dua stasiun televisi itu tidak menambah buruk situasi dengan ikut menciptakan suasana yang kondusif bagi upaya persatuan seluruh elemen di Palestina, seperti harapan rakyat Palestina agar keduanya bersatu karena bangsa Palestina masih harus menghadapi musuh yang nyata, yaitu rezim Zionis Israel. (ln/iol)