Sekitar 1,3 juta warga Jalur Gaza diperkirakan akan mengalami masa-masa sulit dalam beberapa minggu bahkan berbulan-bulan ke depan, setelah pasukan Israel menghancurkan infrastruktur yang menjadi denyut kehidupan warga Gaza, dalam serangan pada Rabu (28/6).
Ummu Ahmad, 50, dengan nada marah mengatakan, "Ini akan menjadi hari-hari yang buruk setelah kami kehilangan sumber utama listrik kami. Mengapa anak-anak kami mesti menghadapi situasi Gaza yang seperti neraka pada tahun ini?"
"Tanpa listrik, kami bahkan tidak bisa menyimpan makanan sebagai persedian kalau serangan Israel membuat kami harus terus berada di dalam rumah selama berhari-hari," keluhnya.
Setelah serangan udara pasukan Israel menghancurkan sumber pembangkit listrik di Gaza, kota itu kini menjadi gelap gulita. Sekitar 70 persen warga Gaza kemungkinan akan hidup tanpa sumber energi listrik selama enam bulan ke depan.
Tanda-tanda depresi terpancar dari wajah-wajah warga Palestina setelah serangan Rabu kemarin menghancurkan pusat pembangkit listrik kota Gaza. "Kami bisa bertahan hidup tanpa gaji, tapi tidak tanpa listrik," kata Abu Rami, pemilik sebuah toko.
Abu Khalid, 50, ayah dari tujuh anak, warga Beit Hanun di utara Gaza mengungkapkan hal serupa. "Saya khawatir dengan anak-anak saya, tetangga-tetangga saya. Dunia tidak adil. Kami dibiarkan sendiri untuk menghadapi kejahatan Israel," keluh Khalid. (ln/iol)