Perang Israel-Libanon berdampak pada kehidupan orang-orang Palestina dan Yahudi yang tinggal di wilayah Israel. Ibarat api dalam sekam, kebencian di antara mereka yang selama ini terpendam, mulai mengemuka.
Bagi warga Palestina, saat-saat seperti sekarang ini, seperti sebuah kesalahan hidup di wilayah Israel. Beban orang-orang Palestina yang menentang perang Israel ke Libanon, seolah akan makin berat. Sama halnya dengan orang-orang Israel yang menentang perang itu, mereka akan dianggap sebagai pengkhianat.
"Ketegangan rasial dan kebencian yang selama ini terpendam, sekarang seolah menjadi sah-sah saja dan muncul ke permukaan," ujar Omaima, seorang guru asal Taiba.
Direktur proyek ‘kebersamaan’ Sadaka-Reut, Fadi Shbita mengatakan, pada umumnya orang-orang Israel menginginkan orang-orang Arab Israel berpihak pada Israel dalam konflik Israel-Libanon.
"Pesannya adalah, anda bisa menjadi orang Arab, berbahasa Arab dan memiliki budaya Arab, tapi jika anda hidup di Israel, anda harus berpihak pada Israel," kata Shbita.
Di kota Jaffa yang didominasi warga Arab, konflik Israel-Libanon telah mempengaruhi hubungan warga Arab dengan pelanggan dan sahabat mereka dari kalangan orang-orang Yahudi dan ini membuat mereka merasa tidak nyaman.
"Saya sudah tinggal di sebuah apartemen selama 15 tahun, tetangga-tetangga saya adalah orang-orang Yahudi dan mereka selalu baik. Tapi sekarang, saya merasa mereka berubah dan raut wajah mereka menunjukkan seolah-olah ada seorang teroris yang tinggal di blok apartemen mereka," tutur seorang warga Arab di Jaffa.
Beberapa warga lainnya mengatakan, mereka merasa bahwa ungkapan kebencian terhadap Nasrallah dan Hizbullah juga ditujukkan pada mereka. "Ketika mereka mengutuk orang Libanon, mereka juga mengutuk saya," kata seorang warga Arab di Jaffa.
Oleh sebab itu, sejumlah warga di Jaffa memilih untuk tidak memperbincangkan konflik Israel-Libanon dengan orang Yahudi Israel, meski mereka merasakan kepedihan yang mendalam melihat kematian dan kerusakan di Libanon.
Hazzan Amran yang juga tinggal di Jaffa mengatakan,"Perang ini mempengaruhi kehidupan setiap orang di sini, baik Arab maupun Yahudi. Kami tidak merasakan perbedaan. Ini tidak penting, kita semua telah terbunuh."
Bagaimana dari sisi orang Yahudi sendiri, apa yang sebenarnya mereka rasakan? Warga Yahudi di Jaffa menunjukkan sikap yang berbeda-beda.
Seorang Yahudi yang bekerja sebagai penjaga toko di kota Jaffa mengaku tidak ada yang berubah. "Kami semua tetap berteman," katanya.
Ia membantah jika tetangga-tetangganya yang Arab merasakan ada ketegangan yang makin tinggi setelah pecah perang antara Israel-Libanon.
"Jika merasa seperti itu, ini mungkin merupakan bagian dari suasana psikologis mereka. Saya tidak merasa seperti itu. Mereka berasal dari sini dan hidup di sini bersama kami. Mereka juga warga Israel," sambung penjaga toko tadi.
Kekhawatiran akan menajamnya rasa kebencian antara warga Arab dan Yahudi yang tinggal di wilayah Israel mungkin ada. Namun kondisi seperti itu tidak terlihat ketika warga Arab dan Yahudi bersama-sama melakukan aksi unjuk rasa ke kedutaan besar AS di Tel Aviv, menentang perang Israel-Libanon, Selasa (8/8) sore.
Beberapa peserta unjuk rasa, bahkan datang langsung dari wilayah Palestina atau wilayah di mana warga Arab dan Yahudi hidup berdampingan, seperti Haifa, Acre dan Kfar Yusif di utara Israel.
Dalam aksi unjuk rasa itu mereka meneriakkan,"Yahudi dan Arab menolak untuk bermusuhan." (ln/aljz)