Terkadang "Revolusi" tidak memisahkan antara laki dan perempuan. Di Yaman, "Revolusi" yang sekarang sedang bergerak, bisa memberikan gambaran, di mana para perempuan ikut terlibat aktif. Mereka mempunyai peran yang penting dalam gerakan menumbangkan rezim Ali Abdullah Saleh, yang sudah berkuasa sudah lebih dari 30 tahun.
Tawakul Karman, aktivis Yaman yang paling gigih, dan dengan jilbab yang panjang, seorang ibu yang berumur 32 tahun, ikut mengobarkan "Revolusi" untuk menggulingkan rezim otokrat di Yaman. Tawakul mengkoordinir massa dan menggalang kekuatan yang sangat berani, menghadapi pasukan militer yang terus mengepung ibukota Sana’a. Perempuan yang mempunyai tiga orang anak itu, sudah lebih dari dua minggu, berada di lapangan depan Universitas Sana’a.
Tawakul, kepada sebuah wartawan majalah Time, mengatakan, kami memperjuangkan kebebasan berekspresi dan menuntut kebebasan. "Kami menolak kepemimpin otokrat yang sudah merampok rakyat, dan menghilangkan kesempatan bagi masa depan generasi muda Yaman", ujarnya.
"Kami menderita karena penguasa yang terus mengontrol negara, melalui perubahan konstitusi yang akan mengubah Yaman menjadi kerajaan," kata Tawakul. Yaman, seperti Tunisia dan Mesir, perlu mengakhiri kediktatoran. Ali Abdullah Saleh telah berkuasa sejak tahun 1978 – setahun lebih lama dari Mubarak. "Kombinasi antara, korupsi, kemiskinan, kediktatoran, dan pengangguran telah menciptakan revolusi ini," katanya. "Ini ketidakadilan yang mirip seperti gunung berapi. Korupsi meledak menjadi sebuah revolusi, sementara peluang untuk kehidupan yang baik suatu saat akan datang", tambahnya.
Lebih dari 5 juta rakyat Yaman hidup dalam kemiskinan, dan hampir setengahnya buta huruf. Minyak langka, dan cadangan air menurun (ini merupakan statistik sering diulang) bahwa Yaman akan menjadi negara pertama di dunia yang menghadapi kelangkaan air. Tahun 2025 pada tingkat kebutuhan air, semakin langka, dan tidak mungkin lagi dapat tercukupi. Namun pemerintah tampaknya tidak peduli atau tidak mau, untuk mengatasi masalah dasar masyarakat, kata Karman.
Seperti diceritakan oleh Tawakul bahwa dirinya telah melakukan protes ratusan kali, baik di utara negara dan selatan. Tapi pemerintah menolak campur tangan, seperti dalam kasus Ja’ashin. Di mana 30 keluarga diusir dari desa mereka, tanah mereka dirampas oleh pemimpin suku yang dekat kepada Presiden.. Inilah yang mengakibatkan lahirnya "Revolusi" di jalan-jalan ibukota Yaman sekarang. "Saya tidak melihat apapun, baik itu pelanggaran hak asasi manusia atau laporan korupsi yang bisa mengguncang rezim ini. Mereka tidak pernah peduli atas tuntutan kami", tambahnya.
"Kami akan mengakhiri kekuasaan Ali Abdullah Saleh di Yaman, seperti sekarang yang terjadi di kawasan Arab dan Afrika Utara", tegas Tawakul. "Kami bertekad bahwa rezim yang korup ini harus jatuh", tambahnya.
Di Tunisia ada Mohammed Bouazizi, yang membakar dirinya , dan di Mesir ada Khaled Said, korban kebrutalan polisi. Untuk Yaman, kata Karman, itu adalah Ja’ashin. "Slogan mereka adalah ‘Ali Abdullah Saleh membuat saya lapar", ujar Tawakul. Di mana Tawakul yang menjadi ‘ikon’ gerakan "Revolusi" di Yaman, dan terlibat aksi penggulingan rezim Ali Abdullah Saleh. (mh/tm)