Diajak dialog, tapi justru melempar tuduhan tidak berdasar. Seperti itu barangkali ungkapan yang bisa dikeluarkan terkait komentar Petinggi Vatikan menyikapi ajakan dialog ulama kaum Muslimin. Petinggi Vatikan Jum’at kemarin (19/10), menyatakan, sulit melakukan dialog keagamaan yang sejati dengan umat Islam. Alasannya, “Karena kaum Muslimin menganggap Al-Quran adalah firman Allah yang secara tekstual berasal dari Allah. Mereka tidak mau menerima diskusi secara mendalam. ” Petinggi Vatikan itu mungkin ingin menjadikan Al-Quran seperti Bible yang memang diakui sejumlah besar pendeta merupakan karya manusia, bercampur dengan wahyu Tuhan.
Adalah Kardinal Jean-Louis Tauran, Pimpinan Khusus Masalah Islam di Vatikan, dalam wawancaranya dengan koran Katholik La Croix, yang berbasis di Prancis, mengatakan, “Kaum Muslimin tidak mau berdiskusi terhadap Al-Quran secara mendalam, karena mereka mengataan bahwa Al-Quran itu kitab yang secara teks berasal dari Allah swt. ” Ia menambahkan, “Karena interpretasi yang jumud seperti itulah kaum Muslimin sulit diaja berdiskusi tentang agama. ” Jean-Louis menanggapi ajakan dari 138 ulama yang mewakili umat Islam, untuk berdialog dengan para pendeta Kristen. Dan seperti itulah respon yang keluar dari Vatikan.
Jean-Louis rupanya masih juga menyimpan uneg-uneg soal ketidakpuasannya terhadap penghargaan dan kebebasan yang diberikan umat Islam di berbagai negara terhadap para pemeluk Katholik. Karenanya ia juga mengatakan, “Tidak mungkin menafikan hakikat bahwa umat Islam mampu membangun banyak masjid di Eropa. Sementara di tempat lain, di banyak negara kaum Muslimin pendirian gereja dibatasi atau bahkan dilarang. ” Ia kemudian mengatakan bahwa orang-orang Kristen ingin mendiskusikan pembatasan yang diterapkan di sejumlah negara kaum Muslimin, terhadap pendirian gereja.
Khusus tentang metoda dialog Islam-Kristen, jika bisa dilakukan, menurut Jean-Louis Touran, dialog itu haruslah sebagai contoh yang paling baik tentang diskusi ruhani, yang bisa menjelaskan niat baik dalam mengutip dalil. “Dalil yang digunakan harus bukan hanya dari Al-Quran saja seperti yang biasanya dilakukan kaum Muslimin, tapi harus dari Injil juga, ” ujarnya.
Padahal, sudah menjadi issu umum, bahwa tidak sedikit pendeta Kristen di Barat yang berpandangan bahwa teks-teks injil adalah karya manusia sekaligus wahyu Tuhan. Dan karenanya, bisa saja terjadi perbenturan antara keduanya sehingga membutuhkan representasi kembali. (na-str/iol)