Utusan PBB Tiba di Myanmar di Tengah Pembersihan Etnis Muslim Rohingya

Utusan PBB Tiba di Myanmar di Tengah Pembersihan Etnis Muslim Rohingya

Pakar PBB tentang hak asasi manusia di Myanmar telah tiba di negara Asia Tenggara tersebut, beberapa hari setelah badan dunia menyatakan keprihatinan tentang ancaman pembersihan Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Minggu malam kemarin (29/7), Pelapor Khusus PBB Tomas Ojea Quintana mendarat di kota utama negara Yangon untuk melakukan kunjungan, yang mencakup perjalanan ke negara bagian Rakhine yang bermasalah di barat serta pertemuan dengan presiden Myanmar dan anggota masyarakat sipil, AFP melaporkan.

Kunjungan itu terjadi setelah PBB memperingatkan bahwa masyarakat muslim Rohingya mengalami penganiayaan dan dalam kondisi mengerikan, menghadapi ancaman pembersihan etnis dan kekerasan yang disponsori negara.

“Kami telah menerima laporan dari sumber-sumber independen yang menyatakan adanya tindakan diskriminatif dan sewenang-wenang oleh pasukan keamanan,” Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Navi Pillay mengatakan dalam sebuah pernyataan, Jumat pekan lalu.

Quintana mengatakan bahwa Myanmar, yang diperintah oleh mantan jendral Angkatan Darat Thein Sein, yang menjadi presiden tahun lalu, menghadapi “tantangan hak asasi manusia yang sedang berlangsung.”

Pada awal bulan ini, Sein mengatakan penduduk Rohingya harus dimasukkan ke dalam kamp dan dikirim melalui perbatasan ke Bangladesh.

“Kami akan mengusir mereka jika ada negara ketiga akan menerima mereka,” ia mengumumkan pada 19 Juli lalu. “Ini adalah apa yang kami pikirkan dalam solusi untuk masalah ini.”

“Kami tidak tahu apa yang akan mereka bicarakan. Tapi, tentu saja, situasi negara bagian Rakhine akan menjadi isu utama,” kata seorang pejabat pemerintah Myanmar.

Pemerintah Myanmar menolak mengakui Rohingya, dengan alasan bukan pribumi dan mengklasifikasikan mereka sebagai migran ilegal meskipun, muslim Rohingya dikatakan keturunan Muslim dari Persia, Turki, Bengali, dan asal Pashtun, yang bermigrasi ke Myanmar pada awal abad kedelapan.

PBB mengatakan puluhan tahun mengalami diskriminasi telah menyebabkan Rohingya tanpa negara, dengan Myanmar menerapkan pembatasan pergerakan mereka dan hak pemotongan lahan, pendidikan, dan pelayanan publik terhadap mereka. Badan dunia ini juga menggambarkan komunitas Muslim Rohingya sebagai Palestina dari Asia dan satu dari minoritas yang paling teraniaya di dunia.(fq/prtv)