Rombongan uskup Jerman mengecam perlakuan Israel terhadap rakyat Palestina. Mereka menyebut taktik yang digunakan Israel di daerah pendudukannya di Palestina, sama dengan taktik yang pernah dilakukan Nazi.
Bukan tanpa alasan, rombongan uskup yang berjumlah 27 orang itu melontarkan kecaman pedas pada Israel. Karena mereka melihat dan mengalami sendiri perlakuan tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan Israel di wilayah Palestina, dalam kunjungan satu minggu ke Israel dan daerah pendudukannya di wilayah Palestina.
Surat kabar Inggris, Daily Telegraph edisi Rabu (7/3) menuliskan betapa terkejutnya rombongan dari keuskupan Jerman itu, melihat bagaimana warga Palestina bertahan hidup dari tekanan dan isolasi yang dilakukan Israel.
"Ini adalah sesuatu yang dilakukan pada hewan, bukan pada manusia, " kata Kardinal Joachim Meisner, uskup agung dari Cologne ketika melewati sebuah pos pengawasan Israel.
Rombongan uskup Jerman itu memang harus melewati banyak pos pemeriksaan ketika ingin masuk ke wilayah Palestina setelah sebelumnya berkunjung ke Museum Holocaust Yad Vashem di Israel.
"Pagi ini kami melihat gambar-gambar sebuah perkampungan orang Yahudi di Warsawa (Polandia), dan sorenya kami menuju ke perkampungan Yahudi di Ramallah, " sindir Uskup Gregor Maria Franz Hanke, sebelum berangkat ke wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat.
Rombongan uskup Jerman itu menyalahkan Israel atas dilema yang kini dialami rakyat Palestina. "Israel punya hak untuk eksis, tapi hak itu tidak bisa direalisasikan dengan cara yang brutal. Kondisi ini cukup untuk membuat orang marah, " tukas mereka.
Selama puluhan tahun, Israel menerapkan sistem isolasi di Tepi Barat dengan mendirikan lebih dari 700 pos-pos pemeriksaan dan blokade di jalan-jalan. Surat kabar Washington Post pernah membuat laporan bagaimana warga Palestina dipukuli, ditembaki, dilecehkan di depan anak-anak dan isteri, di pos-pos pemeriksaan Israel itu.
Pos-pos pemeriksaan yang jumlahnya ratusan itu, juga menyebabkan banyak ibu-ibu hamil di Palestina tidak bisa pergi ke rumah sakit untuk melahirkan. Karena perjalanan mereka biasanya sengaja dihambat ketika melewati pos-pos itu. Tak jarang ibu-ibu itu sampai melahirkan di pos-pos pemeriksaan, tanpa bantuan dokter dan peralatan yang memadai. Data PBB menyebutkan, sedikitnya ada 36 bayi yang meninggal dari para ibu yang terpaksa melahirkan di pos pemeriksaan Israel.
Dalam kunjungannya ke Tepi Barat, para uskup asal Jerman itu lagi-lagi syok melihat tembok pemisah yang dibangun Israel, yang telah melumpuhkan perekonomian dan kehidupan rakyat Palestina.
"Buat saya, ini adalah mimpi buruk, " ujar Kardinal Meisner dengan nada geram. Sebagai orang yang tinggal di Jerman Timur, Tembok pemisah Israel itu mengingatkannya dengan kenangan buruk Tembok Berlin.
"Saya pikir, saya tidak akan melihat tembok semacam ini lagi dalam hidup saya, " imbuhnya.
Uskup Agung itu berkeyakinan, suatu saat, dinding pemisah Israel itu akan bernasib sama dengan Tembok Berlin. "Sama seperti ketika mereka meruntuhkan Tembok Berlin, tembok ini juka akan runtuh. Tembok ini tidak akan bertahan, " ujarnya optimis.
Laporan PBB menyebutkan, pembangunan tembok pemisah itu secara langsung telah berpengaruh pada kehidupan 30 persen warga atau sekitar 680 ribu penduduk Palestina di Tepi Barat.
Mahkamah Internasional sudah menyatakan tembok sepanjang 900 meter dan dilengkapi dengan pagar beraliran listrik itu, ilegal. Dewan Umum PBB juga sudah memerintahkan Israel untuk menghancurkannya dan memerintahkan Israel memberikan kompensasi bagi warga Palestina yang terkena dampak pembangunan tembok tersebut.
Namun negara Zionis itu tetap melanjutkan pembangunannya dengan alasan tembok tersebut untuk melindungi para pemukim Yahudi. (ln/iol)